Pengaruh keberadaan Industri Batu Bata Merah Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Dusun Sapuri
(Studi Kasus di Dusun Sapuri Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Ujian Sarjana Pada Program Studi Sosiologi Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
OLEH
Iwan
2008-24-066
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2016
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang.
Pembangunan merupakan strategi dalam mengatasi berbagai masalah aktual daerah seperti kemiskinan, marginalisasi dan kependudukan. Permasalahan daerah itu umunya banyak ditemukan di pedesaan. Pada hakekatnya pembangunan adalah suatu upaya untuk mengembangkan kemandirian. Pengembangan kemandirian akan dapat meningkatkan pendapatan dan pada hakekatnya akan menciptakan kesejahteraan masyarakat (Sulistio 2004).
Melalui pembangunan desa didorong untuk bertransformasi menjadi penyangga perekonomian bangsa. Pusat ekonomi sedikit demi sedikit bergerak dari desa ke kota. Salah satu strategi yang dijalankan adalah melalui industrialisasi. Dalam konteks pembangunan desa, industri menjadi solusi yang tepat dalam mengatasi permasalahan kemiskinan, marginalisasi dan kependudukan. Pengembangan industri pedesaan ditentukan berbagai pertimbangan seperti ketersediaan lokasi dan sumber daya akses, hal ini menyebabkan tidak semua industri dibangun disetiap pedesaan.
Konsep industrialisasi pedesaan diperkenalkan sebagai pemikiran alternatif untuk menjawab kebutuhan pengembangan ekonomi pedesaan. Industrialisasi pedesaan ditandai oleh kepekaan pada pengelolaan lingkungan, orientasi pada karya dan bukan pada modal, penggunaan teknologi menengah, serta berorientasi pada kebutuhan jangka panjang (sustain nable). Landasan pengembangan didasarkan pada modal transformasi teknologi dan pengetahuan dengan sebesar-besarnya memanfaatkan sumber daya lokal dengan basis pengelolaan oleh masyarakat dan pemerintah desa. Industralisasi pedesaan seringkali mempunyai dua pengertian yang secara konseptual berbeda (Mohtadi di kutip Waluyo 2009).
Pertama, industri pedesaan (industri in rural areas), yaitu pembangunan pabrik-pabrik yang mengambil lokasi dikawasan pedesaan. Pedesaan hanya merupakan wahana untuk memproduksi barang dan jasa dengan investor pihak lain yang dapat saja berasal dari luar pedesaan tersebut. Kedua, industri yang mengandalkan kekuatan utama berupa sumber daya yang ada di pedesaan (industri in rural areas). Baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Merujuk pada pengertian ini maka industri merupakan kekuatan yang datang dari dalam pedesaan itu sendiri, (indigineous industri).
Pengembangan industri di pedesaan berkaitan dengan kebutuhan terhadap lahan. Lahan sebagai objek utama dalam mengatur tata ruang mempunyai kegunaan ganda, yaitu: sebagai aset yang memiliki nilai jual serta pemanfaatan lahan untuk berbagai tujuan dalam perekonomian, lahan bersama faktor produksi lain menentukkan pola penggunaan lahan (Reksohadiprodjo 1997).
Pola penggunaan lahan menyebabkan perubahan fungsi lahan. Oleh karena itu, pedesaan identik dengan sektor pertanian, maka pengembangan industri di pedesaan membutuhkan dan memanfaatkan lahan sebagai kawasan industri. Perubahan fungsi lahan dari pertanian menjadi industri menyebabkan perubahan pada pemilikan dan tata guna lahan pertanian. Hal ini pada akhirnya dapat mempengaruhi aktivitas pertanian di pedesaan. Industri di pedesaan dapat menjadi sektor bagi terserapnya tenaga kerja desa dan menjadi peluang bagi masyarakat dalam memanfaatkan situasi hadirnya parah pencari kerja di pedesaan yang selanjutnya diikuti oleh terjadinya komersialisasi lahan.
Pengembangan desa dalam bentuk industri dapat dilihat sumber bagi terjadinya perubahan sosial. Proses perubahan tersebut berkaitan dengan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perubahan tersebut dalam modernisasi. Menurut Scool (1982) modernisasi adalah sesuatu proses transformasi, suatu proses perubahan masyarakat dalam aspek-aspeknya. Modernisasi ini ditandai oleh pergantian teknik produksi dari cara-cara tradisional kearah yang lebih modern.
Modernisasi akan menghasilkan suatu pola perkembangan pembangunan dengan mendisfungsikan secara aktif segala sesuatu yang diperlukan dalam pembangunan, terutama nilai-nilai modern, teknologi, keahlian dan modal, dengan demikian industrialisasi merupakan aspek dari paham modernisasi yang menjadi rujukan utama dalam proses pembangunan.
Pembangunan nasional dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan untuk masyarakat di segala bidang menitipberatkan pada pembangunan dalam bidang ekonomi. Hasil pembangunan tersebut harus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata. Keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi tersebut yang dapat memperluas ketersediaan kebutuhan penduduk seperti kebutuhan sandang dan pangan. Kebutuhan tersebut dapat terpenuhi dengan adanya pemberdayaan manusia dan potensi alam.
Alam merupakan tumpuan kehidupan bagi penduduk desa, terutama para petani yang bergulat dengan alam setiap hari demi menyambung dan mempertahankan hidup. Pendapatan dan usaha pekerja pertanian yang musiman membawa dampak pada permintaan pasar kerja. Permintaan tenaga kerja pertanian sangat besar pada musim penghujan yang bertepatan dengan musim tanam tetapi ketika musim telah berganti menjadi musim kemarau maka permintaan tenaga kerja musiman menurun. Pola musiman inilah yang menyebabkan pekerjaan diluar sektor pertanian menjadi penting seperti munculnya industri yang berkembang di Indonesia.
Industri merupakan suatu usaha manusia dalam menggabungkan atau mengelola bahan dan sumber daya lingkungan menjadi barang yang bermanfaat bagi manusia. Industrialisasi merupakan proses meningkatnya kemampuan suatu masyarakat dan bangsa secara keseluruhan untuk memproduksi aneka rupa barang kebutuhan masyarakat. Industrialisasi membantu masyarakat dalam memperoleh penghasilan dan telah merangsang penduduk untuk melepaskan cara hidup mereka yang berorientasi pada tradisi serta mendorong mereka berhubungan dengan dunia luar. Kenyataan ini memberikan gambaran bahwa industri kecil dan kerajinan rumah tangga pada hakekatnya masih bertahan pada sektor perekonomian Indonesia, salah satunya adalah industri batu bata merah yang berada di Dusun Sapuri.
Industri batu bata merah di Dusun Sapuri menghasilkan produksi batu bata merah yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dusun Sapuri yang terletak di Kabuten Maluku Tengah, Kecamata Leihitu merupakan salah satu daerah penghasil batu bata merah dan merupakan salah satu produk unggulan di Dusun Sapuri. Menurut Soerjono Soekanto istilah perkembangan diartikan sebagai suatu proses evolusi dari yang sifatnya sederhana keraha suatu yang lebih kompleks yang memulai berbagai taraf diferensiasi secara sambung-menyambung. Perkembangan tersebut dimulai dari perubahan yang dapat ditelusuri sampai pada peradaban akhir. Mengenai proses transformasi dari yang homogen ke heterogen dan juga faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, bahan setengah jadi menjadi barang yang mempunyai harga jual tinggi untuk penggunanya. Industri yang dimaksud adalah industri batu bata merah di Dusun Sapuri Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Kegiatan industri ini merupakan kegiatan pengelolahan bahan baku berupa tanah liat menjadi barang jadi berupa batu bata yang berguna sebagai bahan bangunan dinding rumah.
Industri batu bata merah di Dusun Sapuri telah memacu pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya terutama masyarakat Dusun Sapuri itu sendiri dan masyarakat sekitarnya terutama yang berkaitan dengan masalah penyediaan kesempatan kerja. Tingkat kesejahteraan masyarakat, kesehatan dan pendidikan masyarakat. Sosiologi ekonomi adalah studi tentang bagaimana cara orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap barang dan jasa yang menggunakan sosiologi (Damzar 2000).
Kondisi sosial ekonomi adalah tatanan kehidupan sosial material maupun spiritual yang meliputi keselarasan, kesusilaan serta ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan bagi setiap warga Negara untuk mengadakan usaha untuk memenuhi kebutuhan sosial mungkin bagi diri sendiri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila (Adi, 1996:20).
Sosial ekonmi adalah kondisi kependudukan yang ada tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat kesehatan, tingkat konsumsi, perumahan dan lingkungan masyarakat (Kusnadi 1993:6). Sedangkan menurut (Soekanto 2003), sosial ekonomi adalah posisi seseorang dalam masyarakat berkaitan dengan orang lain dalam arti lingkungan pergaulan, prestasinya hak-hak serta kewajibannya dalam berhubungan dengan sumber daya. Dengan demikian, keberadaan industri batu bata merah di Dusun Sapuri dapat memberikan perkembangan sosial ekonomi pada masyarakat Dusun Sapuri seperti pendidikan, kesehatan dan lainya. Posisi seseorang atau kelompok orang dalam masyarakat yang kondisinya memungkinkan bagi setiap individu maupun kelompok untuk mengadakan usaha guna memenuhi kebutuhan hidupnya yang sebaik mungkin bagi diri sendiri, keluarga maupun masyarakat di sekitarnya.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik dengan mengangkat sebuah judul yaitu “Bagaimana Pengaruh Keberadaan Industri Batu Bata Merah Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Dusun Sapuri?”
- Rumusan Masalah.
Terkait dengan uraian latar belakang yang telah saya kemukakan di atas, maka dalam penelitian ini akan diungkapkan masalah “Bagaimana Pengaruh Keberadaan Batu Bata Merah Terhadap Kondisi Sosial, Ekonomi Masyarakat Di Dusun Sapuri Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah”.
- Tujuan dan Manfaat.
- Tujuan.
- Untuk mengetahui dan menjelaskan dampak industri batu bata merah terhadap kondisi sosial ekonomi di Dusun Sapuri.
- Manfaat.
- Penulisan ini diharapkan dapat membawa wawasan penulis megenai dampak industri batu bata merah terhadap kondisi sosial ekonomi.
- Nantinya hasil penelitian ini diharapkan menjadi potensi bagi pihak yang berkepentingan terutama pemerintahan Dusun Sapuri dan masyarakat.
- Sebagai informasi dan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan pemikiran.
- Kerangka Teori
Sistem sosial terdiri dari sejumlah aktor-aktor individual yang saling berinteraksi dalam situasi yang sekurang-kurangnya mempunyai aspek lingkungan atau fisik. Aktor-aktor yang mempunyai motivasi dalam arti mempnyai kecenderungan untuk mengoptimalkan kepuasan yang hubungannya dengan situasi mereka didefenisikan dan dimediasi dalam tren sistem simbol bersama yang struktur secara cultural (Parson, 1951:5-6). Definisi ini mencoba menetapkan sistem sosial menurut konsep-konsep kunci dalam karya Parson yakni aktor, interaksi, lingkungan, optimal, kepuasan dan kultur.
Satu sistem sosial khusus dan sangat penting adalah masyarakat, yakni kolektivitas yang relatif mencukupi kebutuhan sendiri, Parson membedakan antara struktur atau subsistem dalam masyarakat menurut fungsi (AGIL) yang dilaksanakan masyarakat.
Ekonomi adalah subsistem yang melaksanakan fungsi masyarakat dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan melalui tenaga kerja, produksi dan lokasi. Melalui pekerjaan ekonomi menyesuaikan diri dengan lingkungan kebutuhan masyarakat dan membantu masyarakat menyesuaikan diri dengan realitas eksternal. Pemerintah (Polity) atau sistem politik melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan mengejar tujuan-tujuan kemasyarakatan dengan memobilisasi aktor dan sumber daya untuk mencapai tujuan. Sistem fiduciary (misalnya sekolah dan keluarga) menangani fungsi pemeliharaan pola (latensi) dengan menyebarkan kultur (Norma dan Nilai) kepada aktor sehingga aktor menginternalisasikan kultur itu. Terakhir, fungsi intergrasi dilaksanakan oleh komunitas masyarakat contohnya hukum, yang mengkoordinasi berbagai komponen masyarakat (Parson dan Platt, 1973).
Pendekatan ekonomi digunakan untuk menganalisa kegiatan ekonomi yang mengangkat aktivitas industri batu bata merah yaitu manjemen, produksi, distribusi tenaga kerja dan pemasaran. Pendekatan ekonomi tersebut akan menjelaskan tentang gambaran lengkap mengenai perkembangan industri batu bata merah yang sangat berpengaruh besar terhadap kehiduapn sosial ekonomi masyarakat. Industri merupakan sebuah perusahan yang bergerak di bidang pengelolaan barang menjadi barang jadi atau mengelola barang yang tidak ada nilainya menjadi barang yang mempunyai nilai jual tinggi. Termasuk di dalam sektor ini adalah perusahan yang melakukan kegiatan jasa industri dan perakitan (Assembeling) dari industri (BPS, 2002).
Menurut Abdurachmat dan Maryani (1993) industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi manusia yang sangat penting, menghasilkan berbagai kebutuhan hidup manusia mulai dari makanan minuman, pakaian dan perlengkapan rumah tangga sampai pada perumhan dan kebutuhan hidup lainnnya. Sedangkan industri menurut undang-undang Republik Indonesia No 5 Tahun 1984 tentang perindustrian, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengelola bahan mentah, bahan baku, bahan setengah jadi atau barang yang mempunyai nilai tinggi kepada penggunanya. Dalam sektor industri ada tiga jenis industri yakni industri besar, sedang dan industri kecil dan rumah tangga. Dilihat dari segi tenaga kerja lebih dari 100 orang merupakan industri besar, industri sedang mempunyai tenaga kerja 20 sampai dengan 90 orang, industri kecil mempunyai jumlah tenaga kerja 5 sampai 19 orang dan industri yang memiliki tenaga kerja dari 5 orang dinamakan industri rumah tangga. Dari semua defenisi di atas maka ditarik suatu pengertian industri adalah suatu kegiatan produksi yang menggunakan bahan tertentu sebagai bahan baku untuk diproses untuk hasil yang lebih berdaya guna bagi masyarakat.
- Sosial Ekonomi.
Sosiologi ekonomi adalah studi tentang bagaimana orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan mereka terhadap barang dan jasa yang menggunakan sosiologi (Damzar 2002). Kondisi sosial ekonomi merupakan tatanan kehidupan sosial material maupun spiritual yang meliputi rasa keselarasan, kesusilaan, serta ketentraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warga untuk mengadakan usaha untuk kebutuhan sosial lainnya yang sebaik mungkin untuk dirinya sendiri, keluarga maupun mayarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila (Adi, 1996:20), sosial ekonomi adalah kondisi kependudukan yang tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat konsumsi, perumahan dan lingkungan masyarakat (Kusnadi 1993).
Sedangkan menurut Soerjono Soekanto (2003), sosiologi ekonomi adalah posisi seseorang dalam masyarakat yang berkaitan dengan orang dalam arti lingkungan pergaulan, prestasinya dan hak kewajiban dalam hubungan dengan sumber daya. Berdasarkan pendapat di atas sosial ekonomi adalah seorang di dalam masyarakat memungkinkan mengadakan usaha guna memenuhi kebutuhan yang sebaik mungkin bagi diri sendiri, serta masyarakat disekitarnya.
- Kondisi Pendidikan.
Pendidikan memberikan peluang dan melahirkan lapisan elite yang dapat menjadi motor penggerak pembangunan ke arah kemajuan dan menjadikan masyarakat bersifat terbuka. BPS tentang pendidikan (2010), pendidikan mempunyai peranan penting bagi suatu bangsa dan merupakan suatu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia. Kualitas sumber daya manusia sangat bergantung pada pendidikan. Menurut (Tilaar 2002), mengemukakan pendidikan memiliki nilai fungsi pada kehidupan masyarakat dan Negara sebagai berikut: pertama, pendudukan merupakan investasi manusia yang berdampak pertumbuhan ekonomi. Kedua, pendidikan merupakan usaha untuk meningkatkan kecerdasan, kualitas keahlian keunggulan suatu bangsa.
Selanjutnya mangunwijaya (2008), Mengemukakan pendidikan sebagai upaya mempengaruhi manusia dalam usaha membimbingnya menjadi dewasa. Usaha yang membimbing yang dimaksud di sini adalah usaha yang didasari dan dilaksanakan dengan sengaja. Pendidikan akan membentuk pola pikir dan meningkatkan sumber daya manusia dan memberikan sumbangan besar dalam merubah perilaku manusia sehingga wawasan semakin meningkat yang pada gilirannya memberikan nilai tambahan yang besar untuk memperbaiki kehidupan. Dari urain di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah sarana meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memberikan sumbangan besar dalam memperbaiki kehidupan manusia di segala aspek kehidupan.
- Kondisi Pendapatan.
Mandeska (2001), mengemukakan pendapat menunjukkan jumlah seluruh uang yang diterima oleh seorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu. Pendapatan terdiri dari upah, penerimaan tenaga kerja dan pendapat dari kekayaan. Pendapatan berhubungan dengan suatu usaha yang dilakukan untuk mendapatkan suatu balasan dari hasil usaha yang dilakukannya. Kebutuhan ekonomi sebuah keluarga memaksakan kepala keluarga untuk berusaha memenuhinya untuk kepuasan hidup.
Jadi, disimpulkan bahwa pendapatan adalah jumlah keseluruhan uang atau barang yang diterima sebagai hasil kerja uang dilakukan oleh masing-masing pekerja semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin bagus tingkat kehidupan seseorang sebaliknya semakin rendah pendapatan seseorang maka semakin kurang bagus tingkat kehidupan orang tersebut.
- Defenisi Konsep.
Yang dimaksud dengan defenisi konsep dalam penelitian ini adalah:
- Industri merupakan kegiatan ekonomi yang mengelola barang mentah, bahan baku, barang setengah jadi, kemudian barang jadi dan mempunyai nilai jual tinggi. (Kartaspoetri 1987). Defenisi ini menyatakan industri adalah sebagai suatu untuk memproduksi barang jadi melalaui proses penggarapan dalam jumlah besar sehingga barang tersebut diperoleh dengan harga rendah tetapi bermutu tinggi.
- Batu bata merah adalah suatu unsur yang digunakan dalam pembuatan kontruksi bangunan yang dibuat dari tanah atau campuran barang lain, dibakar cukup tinggi sehingga tidak dapat hancur ketika terendam oleh air.
- Defenisi Operasional.
Yang dimaksud dengan defenisi operasional dalam penelitian ini adalah:
- Yang dimaksud industri dalam penelitian ini adalah industri pengelolaan atau pembuatan batu bata merah yang ada di Dusun Sapuri, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah.
- Yang dimaksudkan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat adalah kondisi masyarakat berdasarkan pendapatan, pendidikan, kesehatan dan perumahan di Dusun Sapuri, Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah.
- Metode Penelitian.
Metode dalam penelitian ini adalah metode studi kasus, yaitu memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajarinya sebagai suatu kasus. Seorang peneliti harus mengumpulkan data setepat-tepatnya dan selengkap-lengkapnya dari suatu kasus tersebut untuk mengetahui sebab-sebab yang sesungguhnya bilamana terdapat aspek-aspek yang perlu diperbaiki (Nawawi,1995).
Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap objek peneliti di lokasi penelitian. Semua hasil pengamatan dituangkan dalam pembahasan, hasil wawancara nantinya akan dianalisis dan dipilih jawabannya yang paling mendekati dan berkaitan dengan tujuan penelitian.
- Lokasi Penelitian.
Sesuai dengan gambaran umum permasalahan yang telah penulis deskripsikan pada latar belakang penulisan proposal ini, maka yang akan menjadi lokasi penelitian ini adalah di Dusun Sapuri, Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah dengan berlandaskan penelitian kualitatif.
- Informan Kunci.
Dalam ilmu sosial, hal yang penting adalah menentukan yang berkaitan dengan apa dan siapa dalam persoalan tersebut bukan menyangkut topik riset, tetapi apa yang disebut dengan tingkat analisis. Dari tingkat analisis yang telah ditetapkan itulah data yang diperoleh dalam penelitian (dalam Bungin, 2006).
Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan 12 orang informan kunci yang terdiri dari; staf desa berjumlah 2 orang, masyarakat pekerja berjumlah 8 orang dan tokoh masyarakat berjumlah 2 orang.
- Jenis Data.
Dalam penelitian ini digunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Dapat primer adalah jenis data penelitian yang langsung penulisan dapatkan dilapangan melaui sumber utama, proses perolehan data primer dilakukan melalaui wawancara mendalam dengan informan kunci. Sedangkan, data sekunder adalah jenis data berupa hasil dokumentasi atau berbagai informasi ilmiah yang penulis dapatkan melalui berbagai litelatur.
- Teknik Pengumpulan Data.
- Wawancara.
Penulis melakukan wawancara secara mendalam yaitu keterlibatan langsung dalam kehidupan informan. Dalam proses wawancara yang dilakukan subjeknya tahu bahwa mereka sedang dinterview (diwawancara) dan mengguakan panduan (pedoman) wawancara tanya jawab.
- Observasi (Pengamatan).
Yaitu cara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian bertujuan untuk mengecek kembali data yang telah dikemukakan oleh informan.
- Analisa Data.
Data yang berhasil dihimpun oleh peneliti, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu suatu teknik interaksi yang dimulai dari menafsirkan, menginterprestasikan secara sosiologi kemudian menarik kesimpulan dari data yang diperoleh dilapangan.
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
- Sejarah Asal Mula Dusun Sapuri.
Pada dasarnya Dusun Sapuri merupakan masuk wilayah administrasi Dusun Hulung. Tapi sekarang Dusun Sapuri sudah keluar dari Dusun Hulung. Pada dasarnya penduduk Dusun Sapuri merupakan merupakan pendatang terdiri dari berbagai macam suku misalnya, Suku Buton, Bugis, Jawa dan Geser.
- Letak dan Batas Wialayah.
Luas wailayah Dusun Sapuri secara keseluruhan 1.200 Ha. Pertanian yang luas dan dan pembuatn batu bata yang cukup strategis memungkinkan adanya pendatang baru yang tinggal di Dusun Sapuri.
Dusun Sapuri terletak utara pulau Ambon dan masuk wilayah adminmistrasi Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah dengan batas-batas wilayah:
- Sebelah Utara : berbatasan dengan Kampung Waipoot
- Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kampung Air Tenggelam
- Sebelah Barat : berbatasan dengan Dusun Telaga Kodok
- Sebelah Timur : berbatasan dengan Dusun Hulung
- Keadaan Alam dan Iklim.
Keadaan alam Dusun Sapuri terdiri dari daratan tinggi dan daratan yang rendah, dimana daratan yang rendah hanya memanjang. Sedangkan daratan yang berbukit-bukit seperti gunung yang berada di Talaga Kodok dan Hulung. Iklim yang berlangsung Dusun Sapuri pada dasarnya sama dengan iklim yang ada di Kota Ambon pada umunya. Yaitu, musim kemarau biasanya berlangsung pada bulan September sampai februari. Musim kemarau biasanya bulan maret sampai agustus. Namun disamping keadaan cuaca yang telah digambarkan, ada pula terdapat musim pancaroba pada bulan april hingga bulan oktober, sedangkan cuaca hujan tropis dengan rata-rata curah hujan pada bulan mei dan juli.
- Keadaan Penduduk.
Keadaan penduduk daerah penelitian yang dibahas dalam penelitian ini meliputi keadaan penduduk, umur, agama dan jenis kelamin, mata pencaharian penduduk dan tingkat pendidikan. Dengan demikian akan dipaparkan keadaan demografi Dusun Sapuri.
- Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin.
Sesuai dengan data yang diperoleh dari Kepala Dusun Sapuri terlihat jumlah penduduk Sapuri secara keseluruhan 550 jiwa. Dengan rinciannya menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 1 : Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin.
No
|
Jenis Kelamin
|
Jiwa
|
Persentase (%)
|
1
|
Laki-laki
|
324
|
58,90 %
|
2
|
Perempuan
|
226
|
41,09 %
|
Jumlah
|
550
|
100 %
|
Sumber : Hasil Wawancara, 2015
Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa gambaran perbandingan komposisi jenis kelamin dikalangan masyarakat Dusun Sapuri terlihat jelas bahwa kaum laki-laki sedikit lebih banyak bila dibandingkan dengan kaum perempuan yaitu laki-laki berjumlah 324 jiwa dengan persentasenya 58,90 %, sedangkan perempuan berjumlah 226 jiwa dengan persentasenya 41,09 %. Artinya sumber daya laki-laki lebih besar dari pada perempuan
- Keadaan Penduduk berdasarkan Umur.
Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin dapat menjadi petunjuk bagi kemungkinan bertambah dan berkurangnya perkembangan penduduk dimasa mendatang, kemungkinan bertambah dan berkurangnya memberi gambaran pula adanya penduduk dalam usia produktif dan non-produktif. Menurut Bintarto (1977) penduduk diklasifikasikan menjadi 3 golongan usia, yaitu golongan usia belum produktif (0-14 tahun), usia produktif (15-64 tahun), dan usia non-produktif (65 tahun ke atas). Berdasarkan penggolongan tersebut penduduk dapat kita lihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2 : Jumlah Penduduk Menurut berdasarkan Kelompok Usia.
No
|
Kelompok Usia
|
Jiwa
|
Persentase (%)
|
Keterangan
|
1
|
0 – 14 Tahun
|
122
|
22,18 %
|
Belum Produktif
|
2
|
15 – 64 Tahun
|
370
|
67,27 %
|
Produktif
|
3
|
> 65 Tahun
|
58
|
10,54 %
|
Non Produktif
|
Jumlah
|
550
|
100 %
|
Sumber : Hasil Wawancara, 2015
Berdasarkan Tabel 2 di atas maka jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia Dusun Sapuri yaitu kelompok usia (0 – 14 tahun) berjumlah 122 jiwa dengan persentasenya 22,18 %, kelompok usia (15 – 64 tahun) berjumlah 370 jiwa dengan persentasenya 67, 27 %, sedangkan untuk kelompok usia di atas 65 tahun berjumlah 58 jiwa dengan persentasenya 10, 54 %. Maka dapat diketahui bahwa penduduk Dusun Sapuri didominasi oleh potensi usia produktif yakni kelompok usia (15 – 64 tahun).
- Keadaan Pendidikan Dusun Sapuri.
Pendidikan merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan maka sarana pendidikan yang memadai serta tenaga pengajar yang berkualitas tentu sangat dibutuhkan.
Di bahwa ini digambarkan jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan pada Dusun Sapuri.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan.
No
|
Tingkat Pendidikan
|
Jumlah
|
Persentasenya %
|
1.
|
Belum Sekolah
|
117
|
21, 27 %
|
2.
|
Tamat SD
|
103
|
18, 72 %
|
3.
|
Tamat SMP
|
118
|
21, 45 %
|
4.
|
Tamat SMA
|
110
|
20 %
|
5.
|
Perguruan Tinggi
|
102
|
18, 54 %
|
Jumlah
|
550
|
100 %
|
Sumber : Hasil Wawancara, 2015
Dari tabel di atas dapat digambarkan bahwa jumlah yang paling tinggi berada pada anak yang masih sekolah menengah pertama (SMP) yaitu 118 jiwa dengan persentasenya 21, 45 % sedangkan tingkat pendidikan yang paling rendah berada pada perguruan tinggi 102 orang jiwa dengan persentasenya 18, 54 %.
Hal ini menujukkan bahwa tingkat pendidikan Dusun Sapuri sangat bagus terlihat dari jumlah sudah sekolah lebih besar dari pada yang belum sekolah yaitu 117 orang dengan persentasenya 21, 27 %. Dengan demikan dapat disimpulkan bahwa kesadaran penduduk Dusun Sapuri sangat memperdulikan kondisi pendidikan penduduk.
- Keadaan Perekonomian Penduduk.
Secara umum mata pencaharian penduduk Dusun Sapuri adalah pertanian. Sejak adanya pembuatan batu bata merah, maka masyarakat beralih profesi menjadi pekerja pembuat batu bata merah bahkan menjadi buruh angkut atau buruh pembuat batu bata demi meningkatkan taraf perekonomian mereka. Dengan adanya indutri rumah tangga batu bata merah maka kehidupan ekonomi masyarakat Dusun Sapuri semakin membaik hal ini diukur dari banyaknya penduduk Dusun Sapuri yang menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih baik. Selain itu kita lihat bentuk rumah yang permanen dan perabot rumah seperti motor atau alat elektronik seperti TV, ini bahwa dengan adanya industri rumah tangga batu bata merah maka keadaan ekonomi penduduk Dusun Sapuri berangsur-angsur membaik.
- Keadaan Agama Penduduk
Bangsa Indonesia adalah salah satu bangsa di dunia yang mempunyai 5 agama yang disahkan oleh pemerintah yakni Islam, Kristen protestan dan Katolik,. Hindu, Budah serta Konghucu. Kehidupan dalam masyarakat dapat terlihat dengan jelas agama yang dianut oleh masing-masing masyarakat. Penduduk Dusun Sapuri mayoritas bergama muslim.
- Kedaan Sosial dan Pemerintahan.
- Keadaan Sosial.
Masyarakat Dusun Sapuri hidup aman, damai, dan sejahtera. Hal ini dilihat dai adanya hubungan interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat. Misalnya acara-acara keagamaan dan acara pernikahan, mereka saling membantu antara yang satu dengan yang lain walaupun mereka memiliki suku yang bermacam-macam, seperti suku buton, bugis, jawa dan geser, mereka hidup berdampingan satu sama lain. masyarakat Dusun Sapuri memiliki banyak aturan atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Hal ini menyebabkan masyarakat Dusun Sapuri menganut nilai kesopanan yang cukup tinggi. Dengan cara berbicara serta sikap yang sopan terhadap semua orang. Selain itu dari pada kesadaran hukum dan norma-norma yang mengatur kehidupan masyarakat Dusun Sapuri.
- Keadaan Pemerintahan.
Sejak Dusun Sapuri keluar dari administrasi Dusun Hulung, maka pemerintahan dusun Sapuri belum tertata dengan baik. Dimana kepala pemerintahan seperti kepala dusun tidak ada. Jadi yang mengurus pemerintahan adalah Sekertaris Dusun.
BAB III
PEMBAHASAN
- Sejarah Munculnya Industri Batu Bata Merah Di Dusun Sapuri.
Seperti diketahui bahwa keadaan tanah di Indonesia pada umumnya subur dimana keadaan ini sangat memungkinkan penduduk Indonesia bermata pencaharian di bidang pertanian. Seiring dengan berjalannya waktu, faktor-faktor internal dan eksternal mempengaruhi ciri khas kehidupan desa. Akibatnya terjadi perubahan dari pekerjaan-pekerjaan pertanian ke nonpertanian. Selanjutnya, kegiatan-kegiatan nonpertanian seperti industri pedesaan menjadi sumber pendapatan penting setelah pertanian (Linblad, 2000: 159-160). Kesulitan hidup yang semakin hari semakin meningkat, menimbulkan dambaan masyarakat untuk perubahan ke arah yang lebih baik. Pertumbuhan industri yang terjadi pada masyarakat agraris kemungkinan akan banyak menampung tenaga kerja baik laki-laki maupun wanita. Dengan terserapnya tenaga kerja akan timbul permasalahan apakah pekerjaan lama akan ditinggalkan/terbengkelai atau bahkan lebih meningkat karena industri tadi menunjang lapangan kerja yang lama.
Sebagaimana diamanatkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, pembangunan industri adalah bagian dari usaha jangka panjang untuk mengubah struktur ekonomi yang tidak seimbang karena terlalu bercorak pada bidang pertanian ke arah struktur ekonomi yang lebih kokoh dan seimban antara pertanian dan industri. Di samping itu pembangunan industri ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja, meratakan kesempatan berusaha, dan menunjang pembangunan daerah (Kansil, 1986: 48).
Kegiatan industri kecil, lebih-lebih kerajinan rumah tangga yang jumlahnya sangat banyak di Indonesia, memiliki kaitan yang dekat dengan mata pencaharian pertanian di daerah pedesaan serta tersebar di seluruh tanah air. Kegiatan ini umumnya merupakan pekerjaan sekunder para petani dan penduduk desa yang memiliki arti sebagai sumber penghasilan tambahan dan musiman. Selain itu industri kecil pedesaan berfungsi memenuhi sebagian kebutuhan konsumsi maupun produksi masyarakat desa dan masyarakat petani yang sebagian mengolah sumber-sumber lokal. seperti, industri kecil yang ada di Dusun Sapuri yang menekuni industri batu bata merah.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan menunjukkan di Di Dusun Sapuri Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah masyarakatnya mulai menekuni kegiatan ekonomi nonpertanian yaitu kegiatan Industri Batu Bata. Berikut hasil wawancaranya
Menurut sebagian masyarakat Dusun Sapuri, kemunculan Industri Batu Bata awal mulanya dari kapten simanjutak dari TNI angkatan laut, mereka membuat batu batak untuk rumahnya sendiri. Kemudian masyarakat melihat bahwa batu bata ini sangat bagus buat bangunan maka masyarakat ikut membuat batu bata ada juga mereka membeli dari masyarakat setempat. Dengan melonjaknya permintaan batu bata maka masyarakat sapuri memproduksi banyak batu bata merah samapai sekarang. Hal ini dikarenakan, apabila masyarakat hanya bergantung dari penghasilan bidang pertanian saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang semakin hari semakin meningkat. (hasil wawancara: Bapak Bachtiar (Sekertari) Tgl 6 Agustus 2015).
Berdsasarkan hasil wawancara di atas terlihat bahwa awal pertama pembuatan batu bata merah adalah Kapten Siamanjutak dari angkatan laut untuk rumah. Lama kelamaan maka masyarakat dusun sapuri melihat bahwa batu bata merah ini sangat bagus untuk membuat rumah maka masyarakat mengembangkan industri batu bata merah, dengan pengembangan industri kecil di pedesaan, diharapkan akan terjadi penganekaragaman mata pencaharian dan hasil produksi maasyarakat pedesaan (Rahardjo, 1984: 123). ketika kesulitan ekonomi yang dialami masyarakat Dusun Sapuri semakin berat mengakibatkan banyak diantara warganya pergi bekerja ke luar daerah untuk mencari pekerjaan dengan harapan dapat mengatasi kesulitan ekonomi melalui pekerjaan barunya. Berikut hasil wawancara dengan informsan kunci.
Masyarakat di daerah pinggiran di Dusun Sapuri sudah mulai membuat batu bata dan menurut data yang penulis peroleh bahwa daerah tersebut pada waktu itu terkenal sebagai tempat usaha pembuatan batu bata. masyarakat Dusun Sapuri pada mulanya pergi ke daerah ini untuk mencari dan mencoba pekerjaan baru, salah satunya ikut bekerja sebagai kuli/ pembuat batu bata. (hasil wawancara Bapak La Tara (Staf Desa) 8 Agustus 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat digambarkan bahwa Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat Dusun Sapuri melihat desa pinggiran seperti Hunut juga pembuat batau bata merah dan dan bekerja sebagai kuli pengrajin batu bata kemudian semakin ahli dalam membuat batu bata. Setelah itu ini pulang ke desanya selanjutnya ilmu pembuatan batu bata ini mereka praktikkan di daerahnya sendiri untuk membuat rumahnya yaitu di Dusun Sapuri. Para pembuat batu bata di Dusun Sapuri oleh warganya biasa juga disebut “pengrajin” dan mereka membuka lahan dan membuat rumah gubuk. Berikut Keterangan yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan kunci:
Bahwa orang-orang yang bekerja ke daerah pinggiran seperti hunut dusun sapuri dan kemudian pulang ke desanya dengan membawa ilmu pembuatan batu bata ini mulai mempraktikkan membuat batu bata di sekitar pekarangan rumahnya sendiri dan banyak kemudian para penduduk setempat yang belajar membuat batu bata. Kebanyakan dari warga Dusun Sapuri mempunyai pekarangan cukup luas di sekitar rumahnya, sehingga kemudian banyak warga setempat yang juga mengikuti membuat batu bata. Hal ini dikarenakan cara membuat batu bata sangat mudah karena peralatan yang digunakan sangat sederhana dan tidak membutuhkan modal yang besar. (hasil wawancara Bapak La Majio (Masyarakat pekerja) 10 Agustus 2015).
Selain itu, ada juga masyarakat mengatakan bahwa pengrajin batu bata di Dusun Sapuri meningkat terus disamping dalam usaha utamanya di bidang pertanian berikut hasil wawancaranya
Jumlah pengrajin batu bata meningkat terus di desa Dusun Sapuri disamping dalam usaha utamanya di bidang pertanian. Hal ini dikarenakan tingkat kehidupan sosial ekonomi yang semakin meningkat menyebabkan naiknya permintaan produksi barang disamping untuk meningkatan penghasilan pula. Oleh karena itu, masyarakat yang mulanya membuat batu bata di sekitar pekarangan rumahnya sendiri, memindahkan usahanya ke tempat yang lebih luas yaitu di area persawahan. Selain arealnya lebih luas untuk usaha pembuatan batu bata, di tempat ini juga tersedia bahan baku utama yaitu tanah yang bisa di peroleh lebih banyak daripada hanya di sekitar pekarangan rumah saja. (hasil wawancara Bapak La Nanca (Masyarakat pekerja) 11 Agustus 2015).
Berdasarkan hasil penelitan yang penulis peroleh, terlihat bahwa para pengrajin batu bata di Dusun Sapuri sebagian besar adalah petani dan mempunyai lahan sendiri. Setelah masyarakat Dusun Sapuri mempunyai keahlian membuat batu bata, sedikit demi sedikit mereka kemudian beralih dari pertanian ke pembuatan batu bata. Tetapi tentu saja mereka tidak meninggalkan usaha pertanian begitu saja karena ada sebagian warga masyarakatnya yang hanya menggunakan musim kemarau untuk membuat batu bata sambil menunggu masa cocok tanam dan masa panen tiba. Sebaliknya sebagian warga masyarakat Dusun Sapuri kemudian hanya bekerja membuat batu bata saja karena warga tersebut biasanya hanya sebagai petani kecil-kecilan sehingga penghasilan yang di peroleh dari membuat batu bata dirasakan dapat lebih meningkatkan pendapatan masyarakatnya selain penghasilan yang diperoleh dari usaha pertanian.
Menurut Rahardjo bahwa tidak menutup mata terhadap persoalan kesempatan kerja yang disebabkan oleh modernisasi pertanian, tetapi akan tetap optimis bahwa Revolusi Hijau akan bisa mengatasi, baik persoalan produksi maupun kesempatan kerja. Revolusi Hijau beserta perubahan kelembagaan dan organisasi yang memungkinkan para petani kecil dapat berpartisipasi dan menikmati hasil-hasil pembangunan, melainkan juga menganjurkan penumbuhan industri dan penyebarannya ke daerah-daerah pedesaan dan pedalaman. Industri pedesaan ini perlu diarahkan untuk menunjang kegiatan pertanian serta memperoduksi barang-barang konsumsi yang dibutuhkan rakyat banyak (Rahardjo, 1984: 133-134). Perkembangan usaha pembuatan batu bata di Dusun Sapuri terutama di dorong oleh ketersediannya bahan baku yang cukup memadai. Berikut hasil pemaparan dengan salah satu informan kunci.
Dari hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa di daerah Dusun Sapuri pada mulanya memiliki lahan pertanian yang kondisi tanahnya tidak merata, yaitu sebagian besar tanah di desa Dusun Sapuri lebih tinggi diantara lahan irigasi untuk tanah pertanian. Selain itu secara geografis dan ekonomis Dusun Sapuri cukup menguntungkan karena letaknya dapat dilalui oleh jalur lalu lintas yang menghubungkan jalan utama kota dari arah jesirah leihitu. Sehingga letak geografis dan mata pencaharian penduduk berperan penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan perekonomian daerah. (hasil wawancara Bapak Ridwan (Masyarakat pekerja) 13 Agustus 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas tergambarkan bahwa sejarah munculnya industri batu bata merah karena kesenjangan ekonomi masayarakat Dusun Sapuri begitu tinggi, akhirnya para masyarakat keluar untuk mencari pekerjaan dipinggiran Dusun Sapuri tenaga kerja yang mereka tekuni adalah sebagai kuli batu bata, dan belajar membuat batu bata merah mereka bekerja disana ilmu yang mereka dapatkan mereka terapkan di daerah mereka. Kemudian hasil yang didaptakan dari pembuatan batu bata merah cukup signifikan dari hasil pertanian sehingga mereka menekuni pembuatan batu bata. Selain itu hasil pertanian juga merupakan pertanian musiman, yakni mereka bercocok tanam pada saat musim hujan kalau musim kemarau mereka bekerja lagi industri batu bata merah.
Menurut Kansil bahwa pengembangan pusat-pusat pertumbuhan industri di daerah-daerah tertentu yang memiliki potensi sumber alam akan lebih ditingkatkan dengan mendayagunakan sumber daya manusia dan sumber-sumber pembangunan lainnya. Dalam hubungan ini akan ditingkatkan keterkaitan pengembangan antara industri besar dan industri kecil/rumah tangga baik di dalam maupun antar daerah (Kansil, 1986: 106).
- Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Pikir Masyarakat Dusun Sapuri dalam Usaha Kegiatan Industri Batu Bata
Berdasarkan penelitian diperoleh keterangan bahwa kegiatan membuat batu bata sudah sejak lama dilakukan oleh masyarakat di Dusun Sapuri kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah. Berdasarkan keterangan masyarakat Dusun Sapuri kegiatan membuat bata ini d mulai dari Kapten Simanjutak TNI Angkatan Laut yang ditularkan kepada masyarakat dusun Sapuri secara turun temurun dari generasi ke generasi secara berkelanjutan.
Hal ini dapat diketahui bahwa keahlian membuat batu bata merupakan warisan dari generasi terdahulu salah satunya sebagai akibat dari hasil pekerja masyarakat Dusun Sapuri ke daerah tetangga.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pola pikir masyarakat Dusun Sapuri dalam usaha kegiatan industri batu bata, antara lain faktor ekonomi atau meningkatnya pendatatan keluarga berikut hasil wawancara dari infoman kunci
Berdasarkan keterangan dari beberapa warga Dusun Sapuri dapat diperoleh keterangan bahwa sektor pertanian yang selama ini menjadi mata pencaharian utama masyarakat Dusun Sapuri ternyata kurang dapat memberikan peningkatan dalam memenuhi kesejahteraan keluarga. Pada umumnya kegiatan bertani masyarakat Dusun Sapuri sekitar tahun 70-an masih menggunakan cara-cara tradisional. Ada beberapa kemungkinan untuk meningkatkan pendapatan keluarga dan usaha rumah tangga tani yaitu melakukan intensifikasi dan diverfikasi usaha tani dengan memasukkan unsur-unsur teknologi yang lebih produktif. Hal ini tidak semata-mata tergantung dari kemauan dan keterampilan untuk bisa melakukan modernisasi, melainkan tergantung dari biaya untuk melakukan modernisasi tersebut. Akibat kondisi tersebut maka tindakan yang diambil oleh sebagian besar masyarakat Dusun Sapuri adalah mengembangkan industri pengolahan sumber daya alam yang tersedia yaitu mulai menekuni kegiatan pembuatan batu bata. Industri Batu Bata yang dijalankan masyarakat Dusun Sapuri ternyata memberikan sumbangan besar bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga mereka, sehingga kegiatan Industri Batu Bata ini kemudian menjadi mata pencaharian penduduk selanjutnya disamping dalam kegiatan pertanian. (hasil wawancara Bapak La Mada (Masyarakat pekerja) 15 Agustus 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat digambarkan bahwa salah satu faktor pola fikir masyarakat Dusun sapuri dalam menjalankan Usaha Kegiatan Industri Batu Bata adalah faktor ekonomi atau kuranya pendatatan keluarga, dimana kebutuhan keluarga sangat tinggi sehingga mereka harus mencari alternatif lain yaitu menekuni pembuatan industri batu bata merah, selain itu ada lagi faktor yang menyebabkan masyarakat Dusun Sapuri menekuni industri pembuatan batu bata merah keterbatasan modal.
Industri batu bata yang berkembang di Dusun Sapuri dalam produksinya menggunakan cara-cara tradisional, hanya memerlukan teknologi yang dapat dikuasai oleh keterampilan tangan. Seperti yang diungkapkan Bapak jamal yang berprofesi sebagai masyarakat pekerja.
Alat yang digunakan dalam produksinya yaitu menggunakan alat-alat yang masih sederhana antara lain: cetakan batu bata yang terbuat dari kayu dan alat keprek (sepasang papan kayu). Dengan alat tradisional tersebut masyarakat Dusun Sapuri tetap dapat menjalankan produksi batu bata sebagai mata pencaharian mereka selanjutnya. (hasil wawancara Bapak Jamal (Masyarakat pekerja) 17 Agustus 2015).
Berdasarkan hasil wawancara diatas terlihat bahwa usaha membuat batu bata yang tidak memerlukan modal besar serta memanfaatkan alam sekitar yaitu tanah sebagai bahan utama dalam membuat batu bata, merupakan faktor pula yang menyebabkan masyarakatnya kemudian menekuni usaha ini dan beralih dari kegiatan pertanian ke industri. Selain itu faktor lain adalah ketersediaan bahan baku batu bate merah yang ada di Sapuri yang memiliki sejumlah lahan berupah tanah luas yang cocok digunakan untuk pembuatan batu bata merah. Berikut hasil wawancara dengan informan kunci.
Alasan yang mendasari pentingnya industri batu bata di Dusun Sapuri yaitu karena potensi alamnya. Daerah Dusun Sapuri memiliki sejumlah lahan berupa tanah luas serta cocok untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku membuat batu bata. Oleh karena industri kecil bisa memanfaatkan sumber-sumber yang diperoleh dengan mudah, maka sangat cocok sekali apabila kemudian masyarakat Dusun Sapuri memanfaatkan tanahnya untuk membuat batu bata. (hasil wawancara Bapak La Arjan (Masyarakat pekerja) 18 Agustus 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang Mempengaruhi Pola Pikir Masyarakat Dusun Sapuri dalam Usaha Kegiatan Industri Batu Bata yaitu meningkatnya kebutuhan ekonomi masyarakat sehingga masyarakat harus mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, selain itu faktor tidak memerlukan modal besar, diamana pembuatan batu bata merah tidak membutuhkan modal besar, selain itu adal lagi faktor ketersediaan bahan baku batu bata merah yang sangat banyak di Dusun Sapuri. Faktor inilah yang menyebabkan masyarakat dusun sapuri menekuni pembuatan industri batu bata merah.
- Kondisi Ketenagakerjaan di Industri Batu Bata Dusun Sapuri
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di lapangan dapat diketahui bahwa ketenagarkerjaan Industri Batu Bata yang ada di Dusun Sapuri pada umumnya mempunyai pengelolaan usaha yang masih sangat sederhana. Dalam industri batu bata ini anggota keluarga berperan serta dalam mengelola usahanya. Sebagian pengrajin batu bata di Dusun Sapuri adalah laki-laki, terutama suami sebagai kepala keluarga dibantu oleh anggota keluarga lain seperti istri dan anak-anak. Dalam perkembangan ketenagakerjaan di industri batu bata selanjutnya para wanita mempunyai peran yang dapat diperhitungkan dari usahanya. Berdasarkan pembagian skala industri di Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi, Industri Batu Bata Dusun Sapuri termasuk ke dalam jenis industri rumah tangga dengan jumlah tenaga kerja meliputi satu sampai tiga orang (Bapeda Kabupaten Maluku Tengah, 2001: 32).
Jumlah pengrajin batu bata sebanyak 325 orang sebagian besar adalah laki-laki sebanyak 195 pengrajin (60 %) dan selebihnya adalah perempuan sebanyak 130 pengrajin (40 %). Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di lapangan pembagian jenis pekerjaan pada Industri Batu Bata Dusun Sapuri adalah sebagai berikut: Tenaga pembuat batu bata. Berikut data penelitian yang diperoleh dilapang terkait tenaga pembuat batu bata. Berikut hasil pemaparannya.
Untuk proses pembuatan batu bata dari pengolahan tanah sampai pembakaran biasanya dilakukan oleh pengrajin yang menaungi atau pengrajin yang memiliki usaha itu sendiri baik yang mempunyai tanah sendiri atau menyewa tanah orang lain. Terdapat pula kuli pembuat batu bata, yaitu orang yang hanya bekerja sebagai pengrajin batu bata bata tetapi tidak menyewa/ tidak memiliki tanah tersebut. Adapun besarnya ongkos yang diterima kuli pengrajin dalam proses produksi batu bata yaitu: mencangkul/ mengaduk tanah sejumlah 1000 buah bata dengan upah sebesar Rp. 50.000 dan mencetak sejumlah 1000 buah bata dengan upah sebesar Rp. 50.000. (hasil wawancara: Bapak Bachtiar (Sekertari) Tgl 6 Agustus 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat digambarkan bahwa tenaga kerja pembuatan batu bata merah di Dusun sapuri yaitu pemilik tanah itu sendiri. Terdapat pula kuli pembuat batu bata, yaitu orang yang hanya bekerja sebagai pengrajin batu bata bata tetapi tidak menyewa/tidak memiliki tanah tersebut. Adapun besarnya ongkos yang diterima kuli pengrajin dalam proses produksi batu bata yaitu: mencangkul/mengaduk tanah sejumlah 1000 buah bata dengan upah sebesar Rp. 50.000 dan mencetak sejumlah 1000 buah bata dengan upah sebesar Rp. 50.000. selain tenaga kerja, ada juga tenaga buruh pikul yang mengangkut batu bata ketemapat pembakaran. Berikut data yang diperoleh peneliti dilapangan mengenai tenaga buruh pikul batau bata merah di Dusun Sapuri
Setelah proses pengeringan batu bata selesai kemudian diteruskan dengan proses pembakaran, maka dibutuhkan tenaga pikul untuk mengangkut batu bata ke tempat pembakaran. Buruh pikul ini tidak sedikit yang berasal dari luar Dusun Sapuri, antara lain dari desa. Adapun ongkos yang diterima buruh pikul ini setiap mengangkut 1000 bata sebesar Rp. 100.000. (hasil wawancara Bapak La Tara (Staf Desa) 8 Agustus 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas terlihat bahwa selain tenaga kerja, ada juga buruh pikul untuk mengangkut barang dari pembuatan batu bata ke tempat pembaran. Adapun ongkos yang diterima oleh buru pikul setiap mengakut 1000 bata sebesar Rp. 100.000. selain itu terdapat juga tenaga angkut/buruh muat yaitu tenaga buruh yang mengakut barang yang sudah dibeli atau dipasarkan. Berikut data yang diperoleh peneliti dilapangan.
Setelah batu bata melewati proses pembakaran kemudian bata dibongkar dan disusun. Batu bata yang sudah siap dipasarkan kemudian diangkut ke gerobak/ truk angkut. Buruh angkut/ muat ini biasanya berasal dari warga desa Dusun Sapuri sendiri. Pada tahap ini sebagian besar pekerjaannya dilakukan oleh para wanita dan anak-anak. Hal ini dikarenakan pekerjaan ini tidak dilakukan sewaktu-waktu melainkan disesuaikan dengan banyaknya jumlah buah bata yang sudah perlu diangkut/dipasarkan ataupun adanya pemesan/pembeli. Sehingga pekerjaan ini tidak mempunyai tingkat beban yang besar untuk para wanita yang masih mempunyai pekerjaan lain seperti mengurus rumah tangga dan anak. (hasil wawancara Bapak La Majio (Masyarakat pekerja) 10 Agustus 2015).
Berdasarkan penelitian di atas diperoleh keterangan bahwa pembagian tenaga kerja di Industri Batu Bata Dusun Sapuri menunjukkan tingkat penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak bagi mereka penduduk Dusun Sapuri yang tidak memiliki kegiatan sebagai usaha untuk memperoleh nafkah. Dengan adanya industry batu bata ini maka dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak bagi masyarakat Dusun Sapuri sehingga dapat meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat Dusun Sapuri. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa sebagian besar tenaga kerja yang berada di industri batu bata ini berasal dari angggota keluarga sendiri dengan waktu kerja hingga tujuh sampai sepuluh jam tiap harinya.
Akan tetapi jumlah jam kerja tersebut tidak dilakukan secara kontinyu, melainkan secara bertahap di sela-sela kesibukan mengerjakan urusan rumah, mengasuh anak, atau bekerja di lahan pertanian. Dengan menggunakan dan menyesuaikan waktu luangnya mereka bekerja di industri batu bata. Hal ini menyebabkan tidak terdapat catatan yang pasti tentang jumlah pengrajin dan jenis pekerjaan yang dipegang oleh masing-masing tenaga di Industri Batu Bata ini.
- Kondisi Perubahan Sosial Terhadap Kehidupan Masyarakat Dusun Sapuri (Kondisi Sebelum dan Sesudah Adanya Industri)
- Kondisi Pendapatan
Kegiatan industri rumah tangga (home industry) yang sedang dijalani oleh sebagian besar masyarakat di Dusun Sapuri merupakan hal baru umumnya bagi masyarakat setempat dan khusunya bagi para pengrajin batu bata.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa. Sebagian warga masyarakat desa Dusun Sapuri yang umumnya bertani, banyak yang kemudian bergeser pada usaha pembuatan batu bata, meskipun masih ada sebagian warga yang masih tetap bertumpu pada usaha pertanian sebagai mata pencaharian pokok. Bagi sebagian warganya bersawah masih tetap dipertahankan karena sawah merupakan harta yang dijadikan ciri desa. Apabila dibandingkan kondisi dan pola pikir masyarakat Dusun Sapuri sebelum adanya industri di mana tanah sebagai harta milik warga dianggap sangat berharga dan mereka selalu merawat kondisi tanah tersebut dengan baik dan masyarakatnya terlalu sayang untuk mengotak-atik tanahnya. Berikut data penelitian yang diperoleh dari lokasi penelitian
Sebelum munculnya industri pembuatan batu bata di tempat ini, masyarakat setempat tidak membayangkan dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik untuk mengatasi kesulitan ekonomi mereka. Hal ini dikarenakan sebelum masyarakat desa Dusun Sapuri menekuni usaha pembuatan batu bata masyarakatnya mencari nafkah melalui bercocok tanam dan usaha lainnya seperti membuat anyaman bambu dan di bidang jasa yang mereka andalkan untuk menghidupi keluarganya. Perkembangan industri pembuatan batu bata di Dusun Sapuri telah memberikan pengaruh yang besar dalam bidang ekonomi masyarakatnya. Selain telah memanfaatkan potensi alamnya, perkembangan industri ini telah menambah mata pencaharian utama penduduk. Seperti diketahui mata pencaharian utama masyarakat Dusun Sapuri sebelum munculnya industri batu bata adalah bertani.
Sebaliknya, setelah munculnya industri pola pikir masyarakatnya lebih kepada penghargaan uang di mana tanah yang pada mulanya dirawat dengan baik sekarang mulai dikontrakkan untuk lahan membuat batu bata. Keadaan ini menyebabkan perubahan ekonomi masyaraat semakin meningkat. (hasil wawancara Bapak Ridwan (Masyarakat pekerja) 13 Agustus 2015).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian keluarga yang meninggalkan sawah mereka, kemudian mengontrakkan sebagian lahan pertanian mereka kepada warga lain yang tidak mempunyai lahan yang kemudian ingin menekuni usaha dalam pembuatan batu bata. Bagi warga masyarakat yang mengontrakkan lahan untuk membuat batu bata, mereka melakukan hal ini karena berpikiran dari pada mengolah sawah mereka sendiri untuk usaha pertanian lebih baik mereka sewakan sebagian lahannya. Dengan mengontrakkan sebagian lahannya untuk usaha produksi batu bata warga masyarakat Dusun Sapuri masih tetap dapat bertani.
Dari hasil pendapatan kontrak mereka, sekarang banyak diantara warga masyarakat Dusun Sapuri yang kemudian membeli kendaraan bermotor, truk, dan minibus/ bus yang bisa memulai mereka kemudian untuk beralih usaha di bidang jasa transportasi dan pengangkutan. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa perkembangan industri pembuatan batu bata di Dusun Sapuri telah meningkatkan pendapatan yang cukup baik dalam memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakatnya. Dalam pemenuhan hidup yang bersifat primer atau pokok seperti pangan, sandang dan perumahan sudah mengalami peningkatan yang lebih baik. Dari hasil penelitian yang penulis peroleh bahwa:
Pengaruh yang ditunjukkan dari adanya industri ini yaitu terlihat dalam kehidupan masyarakat secara kongkrit, seperti: meningkatnya kepemilikan warga masyarakat akan kendaraan bermotor dan kepemilikan akan barang-barang berharga terlihat semakin meningkat. (Daftar Isian Potensi Dusun Sapuri Tahun 2001: 3). (hasil wawancara Bapak La Mada (Masyarakat pekerja) 15 Agustus 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat terlihat bahwa kehidupan masyarakat daerah peneliti taraf ekonominya sangat menurun karena masyarakat mengandalkan pertanian yang kurang memadai buat kehidupan ekonomi masyarakat daerah peneliti. Dengan munculnya industri batu bata merah maka masyarakat daerah peneliti beralih profesi menjadi pengrajin batu bata atau sebagai kuli industri batu bata seperti memikul dan membuat batu bata. Dengan demikian, hadirnya industri batu bata di daeran peneltian dapat meningkatkan taraf hidup ekonomi masyarakat seperti kita lihat masyarakat sudah mendirikan rumah permanen, membeli alat transportasi seperi motor, membeli TV dan perabot rumah lainnya.
- Kondisi Pendidikan
Berikut data yang diperoleh peneliti dilapang tentang pengaruh kondisi sosial sebelum adanya industry batu bata merah di Dusun sapuri di bidang pendidikan.
Dalam bidang pendidikan untuk masyarakat Dusun Sapuri kecamatan Leihitu, pada periode awal berkembangnya industri batu bata menunjukkan masih cukup rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan. Dikatakan rendah karena masyarakat Dusun Sapuri sebagian besar baru memanfaatkan pendidikan pada tingkat sekolah dasar. Hal ini terlihat masih banyak anak-anak di Dusun Sapuri yang belum memanfaatkan lembaga pendidikan dasar/ wajib belajar 9 tahun yang ada di dusun telaga kodok. (hasil wawancara Bapak La Arjan (Masyarakat pekerja) 18 Agustus 2015).
Menurut Galba, anak perempuan pada akhirnya tidak dibebani tanggung jawab yang cukup besar di dalam kehidupan keluarga nanti. Begitu juga terhadap anak laki-laki. Hal ini dikarenakan hasil dari lembaga pendidikan ini tidak/belum nampak manfaatnya pada kehidupan sehari-hari, maka merekapun menganggap cukup asal anak-anak mereka dapat menulis dan membaca saja. Namun dalam hal ini, anak laki-laki mempunyai kesempatan yang cukup banyak untuk menyelesaikan pendidikan dasar bila dibandingkan dengan anak perempuan (Galba, 1989: Perkembangan Industri Batu Bata di Dusun Sapuri yang menimbulkan variasi tenaga kerja memungkinkan akan terbukanya pola berpikir masyarakat agraris untuk menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah yang lebih tinggi. Pendidikan merupakan faktor penting dalam upaya mencerdaskan bangsa. Hal ini mengandung konsekuensi karena dengan semakin meningkatnya pendidikan berarti semakin meningkat pula kemandirian dalam menciptakan lapangan kerja. Pendidikan mempunyai peranan penting bagi pengrajin dalam mengadopsi teknologi dan keterampilan manajemen untuk meningkatkan usahanya. Dampak perbuhan sosial sesudah adanya industri batu bata merah di bidang pendidikan. Berikut data yang diperoleh peneliti yang diperoleh di lapangan.
Masyarakat Dusun Sapuri menyadari bahwa kebutuhan pendidikan dapat merubah tingkat hidup mereka yang akan datang. Oleh karena setiap anak yang telah dapat menyelesaikan sekolahnya ia dapat mempunyai pekerjaan yang lebih baik daripada orang tua mereka bahkan ada anak mereka yang kemudian menjadi pegawai sehingga harga diri mereka di mata masyarakat semakin tinggi dan sangat dihargai. Bagi orang tua khususnya para pengrajin batu bata, mereka mendorong anaknya untuk melanjutkan sekolah setelah mereka menyelesaikan pendidikan dasar. Bahkan, tidak sedikit para pengrajin batu bata di Dusun Sapuri yang menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi. (hasil wawancara Ibu Wa Dika (Masyarakat pekerja) 20 Agustus 2015).
Tingkat pendidikan suatu masyarakat akan mempengaruhi sistem mata pencaharian dari masyarakat itu sendiri, dalam arti kata pada masyarakat dimana tingkat pendidikannya tinggi, dengan cara kehidupan modern, mempunyai sistem mata pencaharian yang berbeda dengan masyarakat yang taraf pendidikannya rendah yang masih menggunakan cara hidup sederhana. Selain itu lingkungan atau keadaan alam pun dapat menentukan pola dan sistematika yang dipakai dalam aktivitas hidupnya (Galba, 1989: 24).
- Kondisi Perumahan
Berdasarkan hasil data lapangan terlihat bahwa Peningkatan taraf hidup masyarakat Dusun Sapuri juga terlihat dari adanya kepemilikan rumah yang layak, dimana keadaan perumahan Dusun Sapuri sekitar tahun 1970-an sampai tahun 1980-an sebelum berkembangnya usah pembuatan batu bata ini masih terlihat rumah-rumah yang masih sederhana dan semi permanen terbuat dari papan dan keadaan lantai yang masih tanah atau paling maju semen. Berikut data yang diperoleh penelti mengenai peningkatan taraf hidup masyarakat daerah peneliti.
Dengan sumber dan hasil produksi batu batanya, rumah-rumah yang ada di desa sekarang Dusun Sapuri sekarang berbentuk rumah yang permanen terbuat dari tembok dan menggunakan lantai keramik. Selain itu masyarakatnya juga mulai mengisi rumahnya dengan segala kelengkapannya seperti hiasan-hiasan/furniture. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakatnya tidak hanya memenuhi kebutuhan primer akan tetapi sudah mulai berpikir melengkapi kebutuhan di luar kebutuhan primer. (Daftar Isian Potensi Desa Dusun Sapuri Tahun 2001: 3). (hasil wawancara Bapak Jamal (Masyarakat pekerja) 17 Agustus 2015).
- Kondisi Kesehatan
Terlihat juga dalam bidang kesehatan sesudah adanya industry batu bata merah di daerah peneliti. Kondisi kesehatan terlihat masyarakat daerah penelti rumah tangga sudah menggunakan sumur gali, menggunakan sumur pompa dan rumah sudah memiliki WC.
Masyarakat Dusun Sapuri juga telah memiliki sarana kesehatan seperti pemenuhan kebutuhan air bersih. Perilaku hidup bersih dan sehat masyarakatnya, terlihat dari jumlah rumah tangga yang memiliki WC sebanyak 69 kepala keluarga (KK), dapat diperinci sebagai berikut: (a) rumah tangga menggunakan sumur gali sebanyak 30 kepala rumah tangga, (b) rumah tangga menggunakan sumur pompa sebanyak 39 kepala rumah tangga (Daftar Isian Potensi Dusun Sapuri Tahun 2001:5). (hasil wawancara Bapak La Arjan (Masyarakat pekerja) 18 Agustus 2015).
Pengaruh lain setelah munculnya Industri Batu Bata Dusun Sapuri yaitu semakin berkurangnya nilai-nilai budaya yang ada pada masyarakatnya. Hal ini terlihat pada sistem kekerabatan yang menurun. berikut data lapangan yang diperoleh penelti tentang berkurangnya nilai-nilai budaya pada masyarakat Dusun Sapuri.
Sebelum munculnya Industri Batu Bata sebagian masyarakat Dusun Sapuri adalah petani dan buruh tani yang mempunyai waktu longgar diantara kegiatan bertaninya. Kelonggaran waktu tersebut digunakan untuk kegiatan bermasyarakat. Kegiatan kemasyarakatan itu digambarkan sebagai hubungan yang erat dan harmonis dengan sifat saling menolong diantara anggotanya. Hal ini terlihat di setiap anggota masyarakatnya yang mempunyai kewajiban memelihara hubungan baik dengan sesamanya, dan sedapat mungkin selalu memelihara dan memperhatikan keperluan-keperluan sesamanya. Kehidupan masyarakat Dusun Sapuri sebelum munculnya Industri Batu Bata mengenal adanya pola hidup gotong -royong. (hasil wawancara Bapak La Tara (Staf Desa) 8 Agustus 2015).
Menurut Koentjaraningrat, konsep gotong-royong itu sendiri merupakan suatu konsep yang erat sangkut pautnya dengan kehidupan rakyat kita sebagai petani dalam masyarakat agraris. Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat digambarkan bahwa dalam kehidupan masyarakat Dusun Sapuri, gotong-royong merupakan suatu sistem pengerahan tenaga tambahan dari luar kalangan keluarga, untuk mengisi kekurangan tenaga pada masa-masa sibuk dalam lingkaran aktivitas produksi bercocok tanam di sawah, seperti: gotong royong dalam memperbaiki saluran-saluran air dan pematang-pematang, menyangkul, membajak, menggaru, dan lain-lain.
Namun dalam perkembangan selanjutnya kegiatan gotong-royong tidak hanya dilakukan dalam hal membantu kegiatan pertanian saja, tetapi dalam aktivitas kehidupan masyarakat yang lain, seperti: menggali sumur, mengganti dinding bambu dari hama tikus, dan sebagainya (Koentjaraningrat. 2002: 56-57). Di desa Dusun Sapuri, pola hidup gotong-royong ini tampak dalam kegiatan membantu membangun/ membuat rumah salah satu warga masyarakatnya. Kegiatan ini mereka lakukan bersama-sama warga walaupun tanpa diberi imbalan uang, mereka hanya diberi makan dan berkat (makanan untuk dibawa pulang). Berdasarkan keterangan di atas membuktikan bahwa sebelum adanya Industri Batu Bata di Dusun Sapuri hubungan kekerabatan masyarakatnya masih sangat erat dan belum adanya penghargaan terhadap uang. Setelah berkembangnya Industri Batu Bata penghargaan uang lebih tinggi sehingga menggeser kekerabatan yang erat. Berikut data lapangan tentang kehidupan budaya sesuadah adanya industry batu bata merah
Masyarakatnya lebih mempercayakan kepada uang. Namun demikian pola hidup gotong royong di Dusun Sapuri masih tetap terlihat setelah munculnya Industri Batu Bata. Adanya Industri Batu Bata telah menambah pendapatan/income sehingga masyarakatnya lebih berorientasi untuk kegiatan gotong-royong membangun sarana prasarana kelancaran industri. Oleh karena pengrajin batu bata di Dusun Sapuri cukup banyak, maka kegiatan gotong royong ini mereka percayakan pada imbalan uang atau upah sokongan. Karena kegiatan gotong royong tentunya akan memotong waktu kerja mereka dalam kegiatan Industri Batu Bata. (hasil wawancara Bapak La Majio (Masyarakat pekerja) 10 Agustus 2015).
Kegiatan bekerja di Industri Batu Bata yang sebagian waktunya dihabiskan di lokasi pembuatan (areal sawah) membuat para pengrajin tidak dapat mengatur waktu dikarenakan pekerjaan yang tidak dapat dipastikan pembagian waktunya. Hal ini menimbulkan mulai menurunnya industri mereka rajin meluangkan waktu untuk beribadah (sholat) setelah adanya industri, pengrajin tidak dapat mengatur waktu untuk beribadah mereka dikarenakan target kegiatan produksi yang terus dilakukan oleh para pengrajin.
Perubahan nilai-nilai ini terlihat pula pada ibu-ibu warga Dusun Sapuri yang juga bekerja di Industri Batu Bata. Berikut hasil wawancara yang diperoleh dilapangan
Sebelum adanya industri para ibu-ibu di desa Dusun Sapuri selalu dapat mengatur dan mempunyai waktu untuk kegiatan-kegiatan kewanitaan di desanya. Akan tetapi setelah adanya industri para ibu-ibu yang bekerja di Industri Batu Bata cenderung untuk meninggalkan kegiatan desanya. Seperti contoh; jenis pekerjaan membuat batu bata yang tergolong kotor maka kemudian ketika diadakan kegiatan pengajian/ perkumpulan RT/RW yang biasanya dilakukan di sore hari terpaksa mereka tinggalkan apalagi setelah bekerja seharian di lokasi industri sudah menguras tenaga dan yang tersisa adalah kondisi tubuh yang lelah. (hasil wawancara Bapak La Nanca (Masyarakat pekerja) 11 Agustus 2015).
Dalam masyarakat agraris peranan wanita berkisar pada kedudukan seorang wanita dalam masyarakat maupun dalam rumah tangga berperan sebagai seorang istri/ ibu rumah tangga yang tidak dibebani untuk mencari nafkah dalam menghidupi keluarga, sebaliknya bertanggung jawab penuh terhadap tugas rutin sebagai pengelola rumah tangga. Dalam hal ini, kegiatan tersebut adalah memasak untuk keperluan makan keluarga, mencuci, membereskan dan memelihara rumah, memelihara dan mengasuh anak, serta melayani suami (Galba, 1989: 102).
Wilayah belakang di sini bermakna positif, yaitu suatu bagian kerja yang hanya pantas bila dipegang oleh wanita. Bila dilanggar oleh laki-laki, maka secara spontan masyarakat akan memberi sanksi moral (Purwadi, 2001: 46-47). Cleves menyebutkan bahwa perempuan adalah anggota rumah tangga yang didominasi laki-laki, maka dinilai kepentingan mereka tercermin dalam kepentingan suami atau ayahnya. Mereka juga ikut memberi sedikit penghasilan bagi keluarga melalui pekerjan paruh waktu dengan upah rendah yang tidak membahayakan pekerjaan utamanya, yakni mengurus rumah dan keluarga (Cleves, 1993: 26-44). Berikut data lapanga yang diperoleh peneliti dalam bidang kehidupan keluarga sebelumnya adanya indusri batu bata merah.
Kondisi yang ada di Dusun Sapuri bahwa kebanyakan para ibu rumah tangga di desa tersebut mencoba menerapkan pengetahuannya dalam berbagai keterampilan di rumah tangga, sehingga diharapkan anak perempuannya dapat menyamai bahkan dapat melebihi pengetahuan ibunya dalam hal membina rumah tangga kelak. Hal ini menunjukkan dalam masyarakat Dusun Sapuri pun masih berpegang pada konsepsi nilai etika dan estetika tentang peranan wanita dalam kehidupan keluarga. Di samping kegiatan mengurus rumah tangga, bagi kebanyakan para wanita di Dusun Sapuri, tugas istri di luar rumah adalah membantu suami dalam menyelesaikan atau melakukan kegiatan suami yang Dusun Sapuri dalam membantu suami melaksanakan kegiatan mata pencaharian utama adalah sebagai berikut: dalam bertani/ berladang, sebagian besar kegiatan bertani adalah pekerjaan laki-laki, tetapi ada hal-hal yang dapat dikerjakan oleh wanita. (hasil wawancara Bapak Narto (Tokoh Masyarakat) 22 Agustus 2015).
Sebagaimana yang disebutkan oleh Koentjaraningrat bahwa aktivitas-aktivitas dalam fase-fase permulaan dari siklus pertanian pada umumnya dilakukan oleh pria, seperti; membajak/ mencangkul sawah serta pesemaian. Sedangkan untuk menanam dan panen adalah khusus pekerjaan wanita (Koentjaraningrat. 1994:176-177). Kehadiran industri memungkinkan terserapnya tenaga kerja wanita, sehingga adanya kecenderungan pergeseran peranan wanita yang tadinya sebagai ibu rumah tangga sekarang mendapat penghasilan membantu meringankan beban belanja keluarga. Ini akan merubah pola pandangan terhadap wanita baik secara individual maupun institusi sosial.
Menurut hasil wawancara peneliti dengan beberapa pengrajin batu bata yang suami dan istrinya bekerja membuat batu bata, telah banyak meningkatkan pendapatan ekonomi yang lebih bagi mereka.
Seperti halnya dalam bertani/ berladang, sebagian besar kegiatan bertani adalah pekerjaan laki-laki, tetapi ada hal-hal yang dapat atau harus dikerjakan oleh para wanita di Dusun Sapuri, sama halnya dalam membuat batu bata. Pekerjaan yang dilakukan oleh para wanita tersebut antara lain membongkar dan menyusun kembali batu bata setelah melewati proses pembakaran. Selain itu batu bata yang sudah siap dipasarkan kemudian diangkut ke gerobak/ truk angkut, kegiatan ini juga dilakukan oleh para wanita. (hasil wawancara Bapak Suratno (Tokoh Masyarakat) 24 Agustus 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pekerjaan batu bata merah tidak dilakukan oleh laki-laki tetapi juga ibu rumah tangga yang bekerja seperti membongkar dan menyusun kembali batu bata setelah melewati proses pembakaran.Keterangan yang diperoleh dari hasil wawancara dengan para wanita pekerja industri batu bata bahwa
Tempat pekerjaan membuat batu bata ini cukup banyak menghabiskan waktu dikarenakan pola kerjanya yang tidak dapat dipastikan setiap waktunya dari segi produksi dan pengangkutan batu bata sendiri, sehingga untuk mengurus rumah tangga agak terbengkelai. Oleh karena itu pada pekerjaan ini banyak para wanita membawa anak-anaknya ke lokasi industri batu bata. Anak-anak yang berada di lokasi ini, sambil bermain mereka juga ikut membantu orang tuanya seperti ikut membongkar bata dari pembakaran dan mengangkut bata ke truk. Sehingga keadaan yang terlihat sekarang pada industri batu bata ini, semakin banyaknya orang tua yang kemudian membawa anaka naknya untuk ikut membantu usaha mereka di industri batu bata. (hasil wawancara: Bapak Bachtiar (Sekertari) Tgl 6 Agustus 2015).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka kita dapat melihat kegiatan/peranan wanita di Dusun Sapuri sebelum adanya industri batu bata hanya merupakan pendukung suami dalam mengelola atau mengayomi keluarga, walaupun ada kalanya mereka membantu dalam usaha bertani di sawah. Setelah berkembangnya industri batu bata peranan wanita tidak hanya menjadi Dusun Sapuri mitra kerja yang mendapat distribusi tugas di bagian belakang, tetapi memang benar-benar menjadi mitra kerja pada industri batu bata dalam usaha membantu mencukupi nafkah keluarga.
Sebagaimana yang diungkapkan Koentjaraningrat dalam bidang pertanian pada waktu memetik padi di sawah para wanita itu seringkali membawa serta anak-anak mereka, yang memungut tangkai-tangkai padi yang terjatuh atau yang tidak terpotong (Koentjaraningrat, 1994: 179). Walaupun masyarakat Dusun Sapuri sebagaian besar telah beralih pada kegiatan industri batu bata, namun para ibu tetap melakukan kebiasaan membawa anak-anaknya membantu pekerjaan orang tuanya.
- Masalah-Masalah yang Dihadapi dan Dampk Negatifnya oleh Pengrajin Batu Bata Dusun Sapuri.
Berdasarkan keterangan bahwa pembuatan batu bata di Dusun Sapuri pada umumnya masih menggunakan cara-cara tradisional dan mudah dalam proses pembuatannya. Oleh karena itu para pengrajin batu bata di Dusun Sapuri tidak mengalami kesulitan dalam kegiatan industri batu bata. Selain itu dalam distribusi dan pemasaran juga tidak mengalami kendala yang berarti. Namun masalah yang dialamai seperti cuaca buruk seperti musim penghujan. Berikut data peneliti ysng dipeorleh dilapangan terkait masalah yang dihadapi oleh pengrajin batu bata di Dusun Sapuri.
Masalah yang dialami antara lain dalam produksi batu bata yaitu adanya faktor cuaca apabila datang musim penghujan. Pada tahap pengeringan batu bata para pengrajin tidak dapat menghasilkan produk batu bata yang cepat dan sempurna pengeringannya sehingga memperlambat proses pengeringan produksi batu bata, dimana para pengrajin batu bata yang seharusnya dapat menyelesaikan usaha produksi dengan semestinya akhirnya hanya dapat menyelesaikan separuh atau lebih sedikit dari produksi yang biasanya dapat diperoleh ketika musim kemarau datang. (hasil wawancara Bapak La Nanca (Masyarakat pekerja) 11 Agustus 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor penghambat produksi batu bata merah di dusun sapuri adalah musim penghujan yang mengakibtakan lambatnya proses pengeringan batu bata mengakibatkan jumlah produk batu bata yang seharusnya dapat dihasilkan lebih banyak, akibat musim hujan tersebut berkurang sehingga harga batu bata otomatis naik dikarenakan menurunnya jumlah produksi yang dihasilkan. Walapaun musim penghujan pengrajin batu bata merah tetap memproduksi batu bata merah dengan solusinya menutup batu bata dengan pelastik dapat dibuka dan ditutup kembali sesuai dengan kondisi cuaca. Berikut data yang diperoleh peneliti dilapangan
Walaupun demikian para pengrajin tetap memproduksi batu bata dengan kondisi cuaca seperti ini. Hal-hal yang dapat dilakukan para pengrajin untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan melakukan penutupan pada batu bata dengan menggunkan plastik sehingga dapat dibuka dan ditutup kembali sesuai dengan kondisi cuaca. (hasil wawancara Bapak Ridwan (Masyarakat pekerja) 13 Agustus 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas terlihat bahwa masalah-masalah yang dihadapi oleh Pengrajin Batu Bata Dusun Sapuri yaitu masalah musim penghujan yang menghambat proses produksi batu bata merah. Tetapi walaupun kondisi hujan, pengarji industri batu bata merah tetap bekerja, apa bila musim hujan maka mereka menggunakan pelastik untuk menetupi batu bata mereka. Selain masalah di atas ada juga dampak negatif pembuatan batu bata merah yang di Dusun Sapuri. lokasi pembuatan batu bata yang semula berada di sekitar pekarangan rumah penduduk yang kemudian dialihkan di sekitar jalan raya mengakibatkan dampak yang negatif. Adapun dampak negatif tersebut antara lain sebagai berikut: Berikut keterangan yang diperoleh peneliti dilapangan.
Tahap akhir dari proses pembuatan batu bata adalah pembakaran. Batu bata dibakar dengan api yang relatif bersuhu rendah untuk menghasilkan batu bata yang sempurna. Oleh karena itu proses pembakaran batu bata tersebut menggunakan kayu bakar sehingga bara api tidak sampai menghasilkan api yang besar dan banyak mengeluarkan asap. Asap pembakaran batu bata tersebut menyebar di sekitar lokasi hingga ke arah jalan raya sehingga menyebabkan polusi udara. Selain itu kayu bakar yang berada di tempat pembuatan batu bata kadangkala berserakan sampai ke jalan raya sehingga mengganggu para pengemudi kendaraan di jalan. (hasil wawancara Bapak La Mada (Masyarakat pekerja) 15 Agustus 2015).
Pengembangan industri yang bertumpu pada sumber daya alam dapat melahirkan industri dasar, yang mampu mendorong perkembangan wilayah melalui pertumbuhan zona-zona industri, yang pada saatnya dapat memberikan dampak pertumbuhan ekonomi lanjutan. Keberhasilan pengembangan wilayah pada umumnya dan pertumbuhan ekonomi pada zona industri yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia tersebut secara keseluruhan akan dapat memperkokoh kesatuan ekonomi wilayah yang bersangkutan (Kansil,1986: 55).
Selain dampak polusi udara, ada juga dampak perubahan kontur tanah pada lahan pertanian. Salah satu alasan pula yang mendasari usaha pembuatan batu bata di Dusun Sapuri, mulanya dikembangkan sebagai suatu usaha pemanfaatan lahan pertanian yang kondisi tanahnya tidak merata, yaitu sebagian besar tanah di Dusun Sapuri lebih tinggi diantara lahan irigasi untuk tanah pertanian. Oleh karena itu, masyarakat desa setempat menurunkan tanah yang lebih tinggi tersebut supaya lahan pertanian yang dibawahnya tidak tergenang air. Dengan adanya kondisi tanah yang tidak merata diantara lahan pertanian tersebut, masyarakat Dusun Sapuri memanfaatkan tanahnya untuk membuat batu bata. Berikut data yang diperoleh dilapangan mengenai dampak negatif pembuatan batu bata merah yaitu merubahnya kondisi kontur tanah.
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa berkembangnya tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat dan banyaknya permintan pasar akan produksi batu bata menyebabkan penggunaan tanah sebagai bahan baku yang pada mulanya memanfaatkan lahan pertanian yang tidak rata itu menjadi kegiatan eksploitasi demi memenuhi tuntutan ekonomi. Keadaan yang mencolok di areal lahan sawah yang dijadikan usaha pembuatan batu bata di Dusun Sapuri tersebut memperlihatkan ketida kseimbangan kontur tanah bila dibandingkan dengan keadaan sawah sekitar kurang lebih 30 tahun yang lalu. Bahwasanya keadaan tanah sekitar tahun 70-an sampai 80-an yang tidak rata kemudian dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan batu bata akhirnya menyebabkan kontur tanah yang semula keadaanya lebih tinggi diantara jalan raya yang melaluinya sekarang menjadi sejajar bahkan lebih rendah daripada sebelumnya. (hasil wawancara Bapak Jamal (Masyarakat pekerja) 17 Agustus 2015).
Berdasarkan hasil wwancara di atas dapat terlihat bahwa selain ada masalah yang dihadapi ada juga dampak negatif dari pengrajin industri batu bata merah yaitu polusi udara dan perubahan kontur tanah pada lahan pertanian. Dalam pembangunan industri akan selalu diusahakan untuk mencegah pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, pemborosan penggunaan sumber daya alam, serta menghindarkan rangsangan bagi tumbuhnya pola konsumsi mewah. Pembangunan industri di Indonesia akan ditunjang oleh peningkatan pelaksanaan kebijaksanaan mengenai pengutamaan pemakaian hasil produksi industri sendiri baik industri besar maupun industri kecil/ rumah tangga (Kansil, 1986: 107).
Sebagai akibat berubahnya kondisi alam tersebut, muncullah perhatian dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Maluku tengah untuk para pengrajin batu bata lewat pembinaan-pembinaan yang diberikan yaitu mengenai batasan ukuran penggunaan tanah liat untuk membuat batu bata. Batasan penggunaan tanah tersebut antara 1 sampai 1,5 m ke dalam dari ukuran rata tanahnya. Apabila telah mencapai kedalaman tersebut maka para pengrajin batu bata mengambil tanah dari lahan yang baru. Selain itu juga penggunaan tanah yang melebihi batas kedalaman tanah tersebut diatas ternyata tidak bagus kualitas tanahnya sebagai bahan baku pembuatan batu bata.
Adapun solusi lain untuk mengatasi masalah tersebut yaitu adanya kesadaran dari para pengrajin batu bata sendiri untuk tetap merawat tanahnya menjadi layak kembali. Walaupun kondisi tanah merupakan tanggung jawab dari yang mengontrakkan lahannya, tetapi para pengrajin sudah mulai memperhitungkan bahwa lamanya mereka mengonrak lahan untuk membuat batu bata disesuasikan juga dengan kemampuan mereka untuk menata kembali kondisi tanahnya menjadi rata dalam arti bekas-bekas lubang penggalian untuk membuat batu bata tidak terlihat mencolok dan sekiranya dapat digunakan untuk bertani kembali.
Berdasarkan penelitian di lapangan, penulis memperoleh keterangan dari informan kunci berikut hasil pemaparannya.
Bahwa mulanya usaha pembuatan batu bata di Dusun Sapuri hanya dikerjakan oleh beberapa warga saja. Warga masyarakat yang memulai usaha pembuatan batu bata ini sebagian besar merupakan tenaga kerja dari desa pinggiran sapuri yang kemudian pulang ke desanya dan mulai mempraktikkan usaha membuat batu bata. Usaha pembuatan batu bata ini mulanya juga hanya dilakukan di daerah sekitar pekarangan rumah saja dengan mendirikan rumah gubuk di sekitar pekarangan. Pada awal pembuatannya pekerjaan ini merupakan kegiatan sampingan dari usaha utama yaitu pertanian. Hasil produksi yang diperoleh mulanya untuk konsumsi sendiri dan permintaan beberapa warga masyarakat sekitar saja untuk membuat rumah tinggal permanen yang salah satu bahan utamanya adalah batu bata. Teknologi dalam pembuatan batu bata yang dilakukan oleh pengrajin batu bata di Dusun Sapuri masih sangat sederhana, antara lain menggunakan alat-alat seperti: cangkul, cetakan kayu, dan keprék. Keprék adalah sepasang papan kayu berukuran lebih kurang sama dengan ukuran batu bata. Alat-alat sederhana yang digunakan untuk membuat bata ini merupakan alat yang sudah biasa dan lazim digunakan oleh para pengrajin batu bata di daerah-daerah sentra pembutan batu bata. (hasil wawancara Ibu Wa Dika (Masyarakat pekerja) 20 Agustus 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat digambarkan bahwa awal mula pembuatan batu bata merah di dusun sapuri dilakukan hanya beberapa orang saja usaha pembuatan batu ini dilakukan dipekarangan rumahnya, dan teknologi pembuatnnya cukup sederhana. Kemudian hasil pembuatan batu bata merah di Dusun Sapuri mulai memperlihatkan pertumbuhan secara nyata sebagai sistem mata pencaharian. Berikut hasil pemaran peneliti yang dapat dari informan kunci
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa usaha pembuatan batu bata di Dusun Sapuri Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah mulai memperlihatkan pertumbuhan secara nyata sebagai sistem mata pencaharian masyarakat Dusun Sapuri. Secara tidak langsung usaha ini telah menggeser sistem mata pencaharian sebagian warga masyarakat desa Dusun Sapuri dari sektor pertanian ke sektor industri. Akan tetapi, masyarakat Dusun Sapuri tetap mempertahankan sektor pertanian sebagai sistem mata pencaharian utama mereka setelah industri batu bata ini. Hal ini dikarenakan ada sebagian pengrajin batu bata yang hanya menekuni usaha membuat batu bata ini sebagai pekerjaan sampingan ketika masa kemarau datang atau ketika menunggu masa cocok tanam tiba. (hasil wawancara Bapak Narto (Tokoh Masyarakat) 22 Agustus 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas terlihat bahwa perkembangan industri batu bata merah dapat menggeser sistem mata pencaharian dari sektor pertanian ke sektor industri yang berdampak pada Perubahan Kehidupan Ekonomi Masyarakat Dusun Sapuri. Perkembangan yang nyata ini terlihat dari mulai banyaknya para pengrajin-pengrajin baru yang mengikuti usaha dalam membuat batu bata. Adanya keinginan meningkatkan penghasilan para warga masyarakatnya serta tingkat kehidupan sosial-ekonomi yang semakin tinggi menyebabkan naiknya permintaan akan hasil produksi batu bata. Sebagai akibatnya usaha pembuatan batu bata yang mulanya hanya dilakukan di daerah pekarangan sekitar rumah saja, masyarakatnya kemudian memindahkan ke lokasi yang lebih luas. Permintaan akan batu bata semakin meningkat dalam kaitannya dengan usaha manusia untuk selalu berusaha memenuhi segala sarana dan prasarana hidup mereka sebaik mungkin. Seperti diketahui batu bata adalah bahan utama dalam pembuatan rumah/bangunan permanen/tembok. Seiring berjalannya waktu dan tingkat kehidupan sosial-ekonominya maka pembangunan rumah secara permanen semakin dirasakan sebagai salah satu bagian yang harus ditunjang dalam usaha memenuhi kebutuhan pokok manusia yaitu pangan, sandang dan papan. Dengan melihat perkembangan industri batu bata merah dapat merubah polah ekonomi masyarakat, maka masyarakat yang tidak memiliki lahan mereka menyewa dari orang lain yang memiliki tanah sebagai bahan baku batu bata merah ada juga bekerja sebagai kuli untuk si pemilik tanah berikut pemaparan para informan kunci
Keterangan yang diperoleh dari hasil wawancara dengan beberapa pengrajin batu bata di Dusun Sapuri bahwa warga masyarakat yang menyewa tanah kontrak ini biasanya juga merupakan petani, tetapi sebagai petani kecil-kecilan saja yang hanya mempunyai lahan persawahan yang sempit dan ingin memulai usahanya sebagai pengrajin batu bata. Ada juga yang hanya bekerja untuk membuatkan batu bata saja/ kuli untuk si pemilik tanah. (hasil wawancara Bapak Suratno (Tokoh Masyarakat) 24 Agustus 2015).
Berdasarakan hasil wawancara di atas terlihat bahwa industri batu bata merah dapat meningkatan kebutuhan ekonomi maka masyarakat. Terlihat dari masyarakat yang tidak memiliki tanah mereka akan menyewa tanah dari orang lain. Ada juga masyarakat akan bekerja sebagai kuli untuk si pemiliki tanah dalam memenihi kebutuhan ekonominya. Selain itu terdapat beberapa penyewa tanah/ pengrajin yang bukan dari desa setempat tetapi dari desa lain yang masih berdekatan dengan wilayah Dusun Sapuri yang kemudian ingin berusaha di industri batu bata ini. Sistem kontrak ini berkembang karena industri batu bata yang telah dilakukan oleh para pengrajinnya di desa Dusun Sapuri telah memperlihatkan peningkatan hasil ekonomi dan merubah kehidupan sosial masyarakatnya.
Kegiatan industri kecil dan rumahtangga yang dewasa ini telah ada dan tersebar di seluruh tanah air, terutama di daerah pedesaan telah memiliki fungsi dan peranan tertentu, sedikit atau banyak dalam kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat pedesaan. Sebagian mempunyai arti yang cukup penting dalam memberi tambahan penghasilan, secara musiman atau sepanjang tahun dalam kehidupan pertanian atau pedesaan. Sebagian besar lagi telah berfungsi dalam memenuhi atau meningkatkan kesejahteraan keluarga (Rahardjo, 1984: 144). Kehadiran industri pada masyarakat agraris akan menimbulkan suatu pola pikir kehidupan yang baru. Masyarakat agraris adalah masyarakat yang homogen mengenai suku bangsa, corak hidup ataupun keahlian dalam melakukan tugas dan kegiatan sehari-hari serta tidak terdapatnya keahlian khusus untuk suatu pekerjaan tertentu. Keahlian yang mereka dapat adalah keahlian tradisional yang turun temurun dari orang tua masing-masing atau yang ditemukan pada waktu melakukan kegiatan. Sedangkan masyarakat industri merupakan masyarakat yang majemuk, baik ditinjau dari segi tingkah laku, pendidikan, cara hidup, ataupun dalam hal penggunaan teknologi modern (Galba, 1989: 2).
Kemajemukan dalam masyarakat ini menimbulkan persaingan, keberhasilan dalam pekerjaan merupakan kebanggaan individu dan bukan merupakan kebanggaan masyarakat. Mereka lebih aktif dan kreatif dalam menanggapi tantangan hidup, sehingga individualisme lebih menonjol bila dibandingkan dengan masyarakat agraris. Menurut Gerungan, perubahan attitude/ sikap manusia itu diterjemahkan dengan sikap terhadap objek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan dan kesediaan bereaksi terhadap suatu hal. Peranan attitude di dalam kehidupan manusia sangat besar, sebab apabila sudah dibentuk pada diri manusia, maka attitude-attitude itu akan turut menentukan cara-cara tingkah laku manusia terhadap objek sikap tersebut (Gerungan, 2000: 149-150). Perkembangan Industri Batu Bata di Dusun Sapuri sebagai mata pencaharian masyarakatnya telah memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat Dusun Sapuri. Perubahan tersebut adalah adanya kemajuan-kemajuan, baik kemajuan fisik maupun kemajuan mental. Kemajuan fisik antara lain meningkatnya kebutuhan sarana dan prasarana baik untuk kelancaran industri batu bata itu sendiri maupun untuk kelancaran kepentingan bersama masyarakatnya. Sedangkan kemajuan mental antara lain masyarakatnya mengarah pada pola pikir dan perilaku yang tadinya berorientasi kepada pola pikir dan perilaku agraris menuju kepada pola piker masyarakat industri.
Dalam masyarakat industri seperti halnya Industri Batu Bata Dusun Sapuri, pola pikir masyarakatnya ditandai dengan sikap lebih disiplin terhadap waktu, sikap bekerja efisien, efektif, dan pola berpikir yang berorientasi kepada masa depan dan bukan hari ini dan mulai adanya penghargaan terhadap uang. Hal ini dikarenakan masyarakatnya telah menyadari bahwa hasil dari bidang industri telah memberikan tambahan penghasilan dalam memenuhi kebutuhan hidup masyaratnya. Pengembangan industri yang potensial seperti pembuatan batu bata di Dusun Sapuri biasanya memerlukan perhatian khusus atau spesialisasi usaha. Maka para pengrajin batu bata yang tadinya merupakan kelompok keluarga tani harus mulai berpikir pada usaha produksi untuk pemasaran yang menghendaki perubahan sikap mental dan organisasi yang lain, khususnya yang menyangkut manajemen keuangan dan pemasaran barang-barang. Keberadaan Industri Batu Bata di Dusun Sapuri menimbulkan terbentuknya variasi dalam tenaga kerjanya. Variasi tenaga kerja ini menyebabkan semakin terbukanya peluang kerja pada industri batu bata tidak terkecuali dari Dusun Sapuri sendiri.
BAB IV
INDUSTRI BATU BATA MERAH DI DUSUN SAPURI
A.
Sejarah Industri Batu
Bata
Kurangnya keterampilan yang dimiliki
penduduk di daerah penelitian semakin memperkecil kesempatan mereka untuk
memperoleh lapangan pekerjaan. Kondisi wilayah juga bepengaruh terhadap jenis
pekerjaan penduduknya. Tersedianya lahan yang cukup di daerah penelitian
berpengaruh terhadap pekerjaan mereka sebagai pengrajin batu bata. Industri
batu bata di Dusun Sapuri sudah berlangsung cukup lama, namun tidak dapat
dipastikan kapan tepatnya industri ini mulai ada di Dusun Sapuri. Menurut
penduduk asli di daerah penelitian dan juga sebagai pengrajin batu bata yang
termasuk generasi awal dalam membuat batu bata mengatakan industri batu bata di
Dusun Sapuri pertama kali di buat oleh Kapten Simanjtak dari Angkatan Laut.
Wilayah batu bata merah di Dusun Sapuri ini merupakan wilayah tanah milik TNI
Angkata Laut. Tiap bulan pekerja batu bata merah membayar Rp.90.000 kepada TNI
Angakat laut.
Pada awalnya pembuatan batu bata di daerah
penelitian hanya untuk digunakan sendiri, yaitu untuk membuat rumah sendiri
maupun anggota keluarga lainnya. Menurut mereka adanya industri batu bata
hampir bersamaan dengan pembuatan genting hal ini di dasari oleh kebutuhan
untuk membuat rumah. Dalam perjalanannya lama kelamaan batu bata mulai
diperjual belikan. Hal ini seiring dengan semakin bertambahnya penduduk yang
secara otomatis membutuhkan batu bata untuk membuat perumahan maupun prasarana
fisik yang lain. Industri batu bata di dijadikan alternatif pekerjaan bagi
mereka yang tidak memiliki keahlian khusus atau tidak diterima di lapangan
pekerjaan lain.
a. Faktor Produksi.
Proses pembuatan batu bata di Dusun
Sapuri Kecamatan Leihitu dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain: Modal,
bahan baku, bahan bakar.
1.
Modal.
Permodalan
menjadi sesuatu yang pokok sebelum memulai suatu usaha. Menurut Nugraha (2000:
31) modal adalah semua aset yang dimiliki oleh pengusaha baik yang berupa
barang maupun uang yang digunakan untuk kelangsungan usahanya. Modal bagi
pengrajin batu bata di daerah penelitian sebagian besar adalah modal pribadi
atau modal sendiri karena skala usahanya perseorangan. Mereka mengatakan tidak
berani meminjam di bank karena mereka takut tidak mampu untuk mengembalikannya.
Modal industri batu bata di Dusun Sapuri
terdiri dari dua macam yaitu modal tetap dan modal lancar. Modal tetap adalah
modal yang tidak habis tetapi dapat digunakan berkali-kali untuk jangka waktu
yang lama. Modal tetap antara lain terdiri dari cetakan, cangkul, pisau, ember,
cikrak dan sebagainya. Modal lancar atau modal bergerak adalah modal yang dalam
proses produksi habis dan selama produksi berlangsung harus menyediakan
kembali. Modal lancar antara lain bahan baku (tanah), bahan bakar dan
sebagainya.
2.
Bahan Baku.
Bahan baku yang digunakan untuk
pembuatan batu bata adalah tanah lempung berpasir yang diambil dari sekitar
daerah setempat. Syarat tanah yang digunakan untuk bahan baku pembuatan batu
bata tidak terlalu sulit dibanding kan bahan baku pembuatan genting. Jika
genting memerlukan tanah dengan kadar lempung yang tinggi namun tanah dengan
kadar lempung yang rendah dan berpasir sudah dapat digunakan untuk membuat batu
bata. Bahan baku pembuatan batu bata di daerah penelitian mudah didapat apalagi
saat musim kemarau dimana sawah-sawah tidak ditanami padi sehingga sebagian
tanahnya diambil untuk membuat batu bata.
Sebagai bahan tambahan atau campuran
pembuatan batu bata digunakan abu sekam sisa pembakaran batu bata, Bahan-bahan
tersebut sifatnya hanya sebagai tambahan tidak mutlak harus ada, karena
walaupun tanpa bahan campuran tersebut tanah di daerah penelitian sudah dapat
dibuat batu bata, hanya saja dengan tambahan bahan-bahan campuran tersebut akan
mempemudah saat proses mencetak batu bata.
Ketersediaan air yang cukup juga menjadi
salah satu syarat penting dalam proses pembuatan batu bata. Air sangat
dibutuhkan saat proses membuat batu bata. Para pengrajin biasanya memanfaatkan
air sungai sedangkan yang rumahnya jauh dari sungai biasanya mereka
memanfaatkan air limbah rumah tangga. Air limbah tersebut ditampung dalam
kolam-kolam kecil digunakan untuk persediaan air terutama saat musim kemarau.
Pada musim penghujan ketersediaan air melimpah namun aktifitas produksi batu
bata berkurang, hal ini dikarenakan cuaca tidak memungkinkan. Berbeda saat
musim kemarau dengan cuaca yang panas produksi batu bata lebih intensif.
3.
Bahan Bakar
Bahan bakar yang digunakan untuk
membakar batu bata di daerah penelitian yaitu kayu bakar dan sekam. Sebelum
industri batu bata berkembang pesat pada mulanya pengrajin batu bata di daerah
penelitian membeli mrambut di perusahaan penggilingan padi setempat. Seiring
berkembangnya industri batu bata menyebabkan permintaan bahan bakar semakin
meningkat sehingga mereka harus mendatangkan dari luar daerah.
b. Proses Pembuatan Batu Bata.
Proses pembuatan batu bata satu daerah
dengan daerah yang lain hampir sama begitu juga di daerah penelitian, Pembuatan
batu bata di Dusun Sapuri hampir sama dengan pembuatan batu bata di daerah
seperti yang di kemukakan oleh Nugraha (2000: 27). Adapun proses pembuatan batu
bata di Dusun Sapuri secara garis besar adalah sebagai berikut:
1.
Meluluh.
Meluluh merupakan proses awal pembuatan
batu bata yaitu dengan cara mengolah bahan mentah yang akan dicetak dengan
mengersik tanah tipis-tipis, menggali dan menghancurkan tanah. Setelah itu
dicampur dengan air dan diaduk (bolak balik) sambil di injak-injak sehingga
menjadi jenangan atau yang biasa disebut “luluan”. Beberapa pengrajin
kadang-kadang mencampurkan abu sekam (sisa pembakaran batu bata) atau abu sisa
dari pengolahan tebu ada juga yang tidak tergantung dari jenis tanahnya.Tanah
yang sulit diolah campuran abu nya lebih banyak dari pada tanah yang mudah
diolah. Adapun kegunaan campuran abu itu adalah :
Agar batu bata yang dicetak tidak mudah
pecah saat di keringkan. Agar pada waktu batu bata dicetak tidak lengket dengan
dasar tanah tempat mencetak, sehingga cetakan mudah diangkat (mudah dilepas)
Agar batu bata yang sudah dibakar warnanya menjadi lebih merah sehingga lebih
menarik pembeli. Mengurangi resiko kebakaran pada saat proses pembakaran,
karena abu sekam dapat mencegah api pada waktu pembakaran tidak mudah menjalar.
Biasanya digunakan untuk penutup pada bagian atas saat pembakaran batu bata
atau yang biasa disebut “silep” Jenangan atau luluan yang baik adalah yang
sudah pulen, jenangan ini bisa di dapat dengan cara proses peluluhan yang lama,
biasanya pengrajin membuat jenangan pada waktu sore hari dan pada waktu pagi
harinya tinggal mencetak.
2.
Mencetak.
Yaitu membuat bentuk batu bata dengan
cetakan yang dibuat dari papan kayu diatas tanah yang rata yang sudah disiapkan
dengan bentuk dan ukuran yang sama, sehingga memudahkan dalam proses
selanjutnya yaitu melingga. Proses pencetakan dilakukan ditempat yang rata dan
udara terbuka yang langsung terkena sinar matahari sehingga batu bata cepat
kering. Kebanyakan industri batu bata di Dusun Sapuri menggunakan ukuran
panjang 25cm, lebar 12cm dan tinggi 5cm.
3.
Menyisir (sisik)
Batu bata hasil cetakan yang dijemur
sampai setengah kering dilakuan proses penyisiran yaitu menghilangkan kotoran
sisa-sisa jenangan yang menempel pada batu bata agar menjadi siku-siku. Alat
yang digunakan adalah pisau. Setelah batu bata disisir/sisik maka dipindahkan
dan ditata. Tujuannya agar mudah dalam menghitung batu bata yang sudah
diproduksi.
4.
Pengeringan.
Setelah batu bata selesai di sisik
proses selanjutnya adalah pengeringan batu bata. Proses ini sangat dipengaruhi
oleh kondisi cuaca. Saat musim kemarau proses pengeringan akan berlangsung
lebih cepat. Proses pengeringan batu bata ini harus sempurna dan benar benar
kering tujuannya agar saat dibakar batu bata tidak pecah.
5.
Melingga.
Setelah batu bata kering proses
selanjutnya adalah batu bata ditata ditempat pembakaran menjadi linggan.
Melingga adalah menyusun batu bata mentah di tempat pembakaran dengan bentuk
susunan tertentu. Susunan batu bata (linggan) di tata sedemikian rupa sehingga
berfungsi sebagai tungku pembakaran.
6.
Membakar .
Setelah batu bata mentah disusun menjadi
linggan maka proses selanjutnya adalah pembakaran dengan sekam/mrambut atau
kayu. Adapun bahan bakar sekam atau kayu yang digunakan tergantung dari jumlah
batu bata yang digambar. Semakin banyak jumlah batu bata yang dibakar semakin
banyak sekam yang dibutuhkan dan semakin lama waktu yang digunakan.Sebagian
besar pengrajin batu bata di Dusun Sapuri biasanya menggunakan 1 rit (1 truk)
untuk membakar kurang lebih 15.000 batu bata, apabila menggunakan kayu
menghabiskan 6-7 meter3 untuk kurang lebih 15.000 batu bata, tetapi juga
menggunakan sekam/mrambut untuk menutup bagian pinggir, biasanya menghabiskan
mrambut setengah colt T.
7.
Membongkar Linggan.
Membongkar linggan dikerjakan setelah
batu bata matang. Hal ini dilakukan dengan membersihkan abu sekam sisa
pembakaran ketempat tertentu agar bisa digunakan lagi untuk campuran. Setelah
itu batu bata yang sudah matang ditata dan dihitung dan siap untuk dijual.
BAB IV
INDUSTRI BATU BATA MERAH DI DUSUN SAPURI
A.
Sejarah Industri Batu
Bata
Kurangnya keterampilan yang dimiliki
penduduk di daerah penelitian semakin memperkecil kesempatan mereka untuk
memperoleh lapangan pekerjaan. Kondisi wilayah juga bepengaruh terhadap jenis
pekerjaan penduduknya. Tersedianya lahan yang cukup di daerah penelitian
berpengaruh terhadap pekerjaan mereka sebagai pengrajin batu bata. Industri
batu bata di Dusun Sapuri sudah berlangsung cukup lama, namun tidak dapat
dipastikan kapan tepatnya industri ini mulai ada di Dusun Sapuri. Menurut
penduduk asli di daerah penelitian dan juga sebagai pengrajin batu bata yang
termasuk generasi awal dalam membuat batu bata mengatakan industri batu bata di
Dusun Sapuri pertama kali di buat oleh Kapten Simanjtak dari Angkatan Laut.
Wilayah batu bata merah di Dusun Sapuri ini merupakan wilayah tanah milik TNI
Angkata Laut. Tiap bulan pekerja batu bata merah membayar Rp.90.000 kepada TNI
Angakat laut.
Pada awalnya pembuatan batu bata di daerah
penelitian hanya untuk digunakan sendiri, yaitu untuk membuat rumah sendiri
maupun anggota keluarga lainnya. Menurut mereka adanya industri batu bata
hampir bersamaan dengan pembuatan genting hal ini di dasari oleh kebutuhan
untuk membuat rumah. Dalam perjalanannya lama kelamaan batu bata mulai
diperjual belikan. Hal ini seiring dengan semakin bertambahnya penduduk yang
secara otomatis membutuhkan batu bata untuk membuat perumahan maupun prasarana
fisik yang lain. Industri batu bata di dijadikan alternatif pekerjaan bagi
mereka yang tidak memiliki keahlian khusus atau tidak diterima di lapangan
pekerjaan lain.
a. Faktor Produksi.
Proses pembuatan batu bata di Dusun
Sapuri Kecamatan Leihitu dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain: Modal,
bahan baku, bahan bakar.
1.
Modal.
Permodalan
menjadi sesuatu yang pokok sebelum memulai suatu usaha. Menurut Nugraha (2000:
31) modal adalah semua aset yang dimiliki oleh pengusaha baik yang berupa
barang maupun uang yang digunakan untuk kelangsungan usahanya. Modal bagi
pengrajin batu bata di daerah penelitian sebagian besar adalah modal pribadi
atau modal sendiri karena skala usahanya perseorangan. Mereka mengatakan tidak
berani meminjam di bank karena mereka takut tidak mampu untuk mengembalikannya.
Modal industri batu bata di Dusun Sapuri
terdiri dari dua macam yaitu modal tetap dan modal lancar. Modal tetap adalah
modal yang tidak habis tetapi dapat digunakan berkali-kali untuk jangka waktu
yang lama. Modal tetap antara lain terdiri dari cetakan, cangkul, pisau, ember,
cikrak dan sebagainya. Modal lancar atau modal bergerak adalah modal yang dalam
proses produksi habis dan selama produksi berlangsung harus menyediakan
kembali. Modal lancar antara lain bahan baku (tanah), bahan bakar dan
sebagainya.
2.
Bahan Baku.
Bahan baku yang digunakan untuk
pembuatan batu bata adalah tanah lempung berpasir yang diambil dari sekitar
daerah setempat. Syarat tanah yang digunakan untuk bahan baku pembuatan batu
bata tidak terlalu sulit dibanding kan bahan baku pembuatan genting. Jika
genting memerlukan tanah dengan kadar lempung yang tinggi namun tanah dengan
kadar lempung yang rendah dan berpasir sudah dapat digunakan untuk membuat batu
bata. Bahan baku pembuatan batu bata di daerah penelitian mudah didapat apalagi
saat musim kemarau dimana sawah-sawah tidak ditanami padi sehingga sebagian
tanahnya diambil untuk membuat batu bata.
Sebagai bahan tambahan atau campuran
pembuatan batu bata digunakan abu sekam sisa pembakaran batu bata, Bahan-bahan
tersebut sifatnya hanya sebagai tambahan tidak mutlak harus ada, karena
walaupun tanpa bahan campuran tersebut tanah di daerah penelitian sudah dapat
dibuat batu bata, hanya saja dengan tambahan bahan-bahan campuran tersebut akan
mempemudah saat proses mencetak batu bata.
Ketersediaan air yang cukup juga menjadi
salah satu syarat penting dalam proses pembuatan batu bata. Air sangat
dibutuhkan saat proses membuat batu bata. Para pengrajin biasanya memanfaatkan
air sungai sedangkan yang rumahnya jauh dari sungai biasanya mereka
memanfaatkan air limbah rumah tangga. Air limbah tersebut ditampung dalam
kolam-kolam kecil digunakan untuk persediaan air terutama saat musim kemarau.
Pada musim penghujan ketersediaan air melimpah namun aktifitas produksi batu
bata berkurang, hal ini dikarenakan cuaca tidak memungkinkan. Berbeda saat
musim kemarau dengan cuaca yang panas produksi batu bata lebih intensif.
3.
Bahan Bakar
Bahan bakar yang digunakan untuk
membakar batu bata di daerah penelitian yaitu kayu bakar dan sekam. Sebelum
industri batu bata berkembang pesat pada mulanya pengrajin batu bata di daerah
penelitian membeli mrambut di perusahaan penggilingan padi setempat. Seiring
berkembangnya industri batu bata menyebabkan permintaan bahan bakar semakin
meningkat sehingga mereka harus mendatangkan dari luar daerah.
b. Proses Pembuatan Batu Bata.
Proses pembuatan batu bata satu daerah
dengan daerah yang lain hampir sama begitu juga di daerah penelitian, Pembuatan
batu bata di Dusun Sapuri hampir sama dengan pembuatan batu bata di daerah
seperti yang di kemukakan oleh Nugraha (2000: 27). Adapun proses pembuatan batu
bata di Dusun Sapuri secara garis besar adalah sebagai berikut:
1.
Meluluh.
Meluluh merupakan proses awal pembuatan
batu bata yaitu dengan cara mengolah bahan mentah yang akan dicetak dengan
mengersik tanah tipis-tipis, menggali dan menghancurkan tanah. Setelah itu
dicampur dengan air dan diaduk (bolak balik) sambil di injak-injak sehingga
menjadi jenangan atau yang biasa disebut “luluan”. Beberapa pengrajin
kadang-kadang mencampurkan abu sekam (sisa pembakaran batu bata) atau abu sisa
dari pengolahan tebu ada juga yang tidak tergantung dari jenis tanahnya.Tanah
yang sulit diolah campuran abu nya lebih banyak dari pada tanah yang mudah
diolah. Adapun kegunaan campuran abu itu adalah :
Agar batu bata yang dicetak tidak mudah
pecah saat di keringkan. Agar pada waktu batu bata dicetak tidak lengket dengan
dasar tanah tempat mencetak, sehingga cetakan mudah diangkat (mudah dilepas)
Agar batu bata yang sudah dibakar warnanya menjadi lebih merah sehingga lebih
menarik pembeli. Mengurangi resiko kebakaran pada saat proses pembakaran,
karena abu sekam dapat mencegah api pada waktu pembakaran tidak mudah menjalar.
Biasanya digunakan untuk penutup pada bagian atas saat pembakaran batu bata
atau yang biasa disebut “silep” Jenangan atau luluan yang baik adalah yang
sudah pulen, jenangan ini bisa di dapat dengan cara proses peluluhan yang lama,
biasanya pengrajin membuat jenangan pada waktu sore hari dan pada waktu pagi
harinya tinggal mencetak.
2.
Mencetak.
Yaitu membuat bentuk batu bata dengan
cetakan yang dibuat dari papan kayu diatas tanah yang rata yang sudah disiapkan
dengan bentuk dan ukuran yang sama, sehingga memudahkan dalam proses
selanjutnya yaitu melingga. Proses pencetakan dilakukan ditempat yang rata dan
udara terbuka yang langsung terkena sinar matahari sehingga batu bata cepat
kering. Kebanyakan industri batu bata di Dusun Sapuri menggunakan ukuran
panjang 25cm, lebar 12cm dan tinggi 5cm.
3.
Menyisir (sisik)
Batu bata hasil cetakan yang dijemur
sampai setengah kering dilakuan proses penyisiran yaitu menghilangkan kotoran
sisa-sisa jenangan yang menempel pada batu bata agar menjadi siku-siku. Alat
yang digunakan adalah pisau. Setelah batu bata disisir/sisik maka dipindahkan
dan ditata. Tujuannya agar mudah dalam menghitung batu bata yang sudah
diproduksi.
4.
Pengeringan.
Setelah batu bata selesai di sisik
proses selanjutnya adalah pengeringan batu bata. Proses ini sangat dipengaruhi
oleh kondisi cuaca. Saat musim kemarau proses pengeringan akan berlangsung
lebih cepat. Proses pengeringan batu bata ini harus sempurna dan benar benar
kering tujuannya agar saat dibakar batu bata tidak pecah.
5.
Melingga.
Setelah batu bata kering proses
selanjutnya adalah batu bata ditata ditempat pembakaran menjadi linggan.
Melingga adalah menyusun batu bata mentah di tempat pembakaran dengan bentuk
susunan tertentu. Susunan batu bata (linggan) di tata sedemikian rupa sehingga
berfungsi sebagai tungku pembakaran.
6.
Membakar .
Setelah batu bata mentah disusun menjadi
linggan maka proses selanjutnya adalah pembakaran dengan sekam/mrambut atau
kayu. Adapun bahan bakar sekam atau kayu yang digunakan tergantung dari jumlah
batu bata yang digambar. Semakin banyak jumlah batu bata yang dibakar semakin
banyak sekam yang dibutuhkan dan semakin lama waktu yang digunakan.Sebagian
besar pengrajin batu bata di Dusun Sapuri biasanya menggunakan 1 rit (1 truk)
untuk membakar kurang lebih 15.000 batu bata, apabila menggunakan kayu
menghabiskan 6-7 meter3 untuk kurang lebih 15.000 batu bata, tetapi juga
menggunakan sekam/mrambut untuk menutup bagian pinggir, biasanya menghabiskan
mrambut setengah colt T.
7.
Membongkar Linggan.
Membongkar linggan dikerjakan setelah
batu bata matang. Hal ini dilakukan dengan membersihkan abu sekam sisa
pembakaran ketempat tertentu agar bisa digunakan lagi untuk campuran. Setelah
itu batu bata yang sudah matang ditata dan dihitung dan siap untuk dijual.
BAB IV
PENUTUP
- Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, dapat diambil simpulan sebagai berikut:
- Masyarakat Dusun Sapuri dalam menunjukkan tingkat kehidupan sosial ekonomi yang semula masyarakatnya bertumpu pada bidang pertanian kemudian beralih menjadi pengrajin di Industri Batu Bata.
- Perubahan kehidupan ekonomi masyarakat Dusun Sapuri ke industri batu bata dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: keinginan meningkatkan pendapatan keluarga, keterbatasan modal dan ketersediaan bahan baku utama tanah di Dusun Sapuri untuk membuat batu bata
- Pengaruh yang diakibatkan oleh adanya Industri Batu Bata di Dusun Sapuri terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat yaitu: dalam bidang sosial telah menumbuhkan kesadaran masyarakatnya terhadap arti penting pendidikan anak-anaknya. Di bidang ekonomi telah meningkatkan kesejahteraan dan memberi tambahan penghasilan pada keluarga sehingga tidak hanya kebutuhan primer yang terpenuhi. Hasil dari produk membuat batu bata, masyarakat Dusun Sapuri dapat memodali sendiri membangun rumah-rumah permanen dan mengisi rumahnya dengan pernak-pernik kelengkapannya. Mulai banyaknya kepemilikan warga akan alat transportasi seperti sepeda motor bahkan mobil dan transportasi/angkutan umum. Selain itu telah menumbuhkan pola pikir dan perilaku masyarakat industri yang berorientasi ke arah masa depan dengan penghargaan uang lebih tinggi sehingga menggeser sistem kekerabatan pada masyarakatnya. Pola kekerabatan ini tampak pada masyarakat Dusun Sapuri yang lebih berorientasi untuk kegiatan gotong royong membangun sarana prasarana kelancaran industri dengan cara pemberian upah uang secara sokongan dari para pengrajin batu bata.
- Saran
Dari kesimpulan di atas maka penulis mengajukan beberapa saran antara lain:
- Bagi Dinas Industri Perdagangan dan Koperasi untuk ikut aktif dalam membimbing dan membina pengembangan industri kecil dan rumah tangga. Pembinan tersebut dapat berupa: program pelatihan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dan peningkatan kualitas pengembangan produk unggulan daerah; memberikan fasilitasi bantuan permodalan; program pelatihan dan bantuan peralatan industri kecil batu bata serta program pengembangan informasi pasar barang produksi.
- Bagi pengrajin hendaknya belajar dari para pengrajin-pengrajin lain yang telah berhasil dalam usahanya, misalnya meningkatkan produktifitas usahanya, cara mendistribusikan barang serta memasarkan hasil produksibatu bata dan mengikuti pembinaan-pembinaan yang diberikan oleh Dinas Industri Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Maluku Tengah.
DAFTAR PUSTAKA
Adi. 1996. Pisikologi Peekerja Social dan Kesejahteraan Social Sebagai Dasar Pemikiran. Jakarta: Rajawali Grafindo Persada.
Bisuk Siahaan. 2000. Industrialisasi Di Indonesia (Sejak Hutang Kehormatan Sampai Banting Stir). Bandung: ITB.
Colin Mac Andrews Ichlasul Amal. 2003. Hubungan Pusat Daerah dalam Pembangunan. Jakarta: Rajawali Grafindo Persada.
C.S.T. Kansil. 1986. Pokok-pokok Hukum Perindustrian di Indonesia. Ind. Hill- Co.
Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Indagkop). 2006. Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Rencana SKPD). Banjarnegara: Indagkop.
Damzar. 2002. Sosiologi Ekonomi : Jakarta: Rajawali Grafindo Persada.
Departemen Pekerjaan Umum. 1989. Spesifikasi Bahan Bangunan A (SKSNI S-02-1989-f). Bandung: Yayasan Pendidikan Masalah Bangunan.
Departemen Pekerjaan Umum. 1878. Batu Bata Merah Sebagai Bahan Bangunan (NI-10-1978). Bandung: Yayasan Pendidikan Masalah Bangunan
Gerungan, W.A. 2000. Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.
I Gde Widja. 1989. Sejarah Lokal Suatu Perspektif Dalam Pengajaran Sejarah. Jakarta: Depdikbud.
Irawan, dkk. 1983. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjahmada.
Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
--------------- 2002. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
Lexy J. Moleong. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: IKAPI.
Lindblad, J. Thomas. 1998. Sejarah Ekonomi Modern Indonesia: Berbagai Tantangan Baru. Jakarta: LP3ES.
Masri Singarimbun. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.
M. Dawam Rahardjo. 1984. Transformasi Pertanian, Industrialisasi dan Kesempatan Kerja. Jakarta: UI Press.
Mosse, Julia. C. 1993. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mubyarto. 1983. Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan. Jakarta: Sinar Harapan.
Mangunwijaya. 2008. Kurikulum yang Mencerdaskan: Jakarta: Penerbit. Buku Kompas
Kusnadi. 1993. Potret Kesajteraan Rakyat (bagian I). Jakarta: Opini Gerakan Nasional
Kertas Poetra G. 1987. Pembentukan Perusahan Industri. Jakarta: Bina Aksara.
Parker, S. R. dkk. 1992. Sosiologi Industri. Jakarta ; PT. Rineka Cipta
Pemerintah Banjarnegara. Rencana Umum Pembangunan Tahunan Daerah (RUPTD) Kabupaten Banjarnegara Tahun Anggaran Banjarnegara 1996/ 1997.
Purwadi. 2001. Memutar Taman Sri Wedari. Yogyakarta: IKAPI.
Sartono Kartodirjo. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia.
Soemarjan Sole.1986. Perubahan Sosial di Yogyakarta. (Yogyakarata Gaja Mada Universsty Press).
Soekanto, Soejono. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Smarjono, Maria, S, W. 2009. Tanah dalam Presfektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya. Jakarta: Kompas.
Sindu Galba, dkk. 1989. Perubahan Pola Kehidupan Masyarakat Akibat Pertumbuhan Industri di Daerah Jambi. Jakarta: Depdikbud.
Yustika Ahmad Erani. 2000. Industrialisasi Pinggiran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan solusi Chemical yang tepat kepada Anda,mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.Harga
BalasHapusTerjangkau
Cost saving
Solusi
Penawaran spesial
Hemat biaya Energi dan listrik
Mengurangi mikroba & menghilangkan lumut
Salam,
(Tommy.k)
WA:081310849918
Email: Tommy.transcal@gmail.com
Management
OUR SERVICE
1.
Coagulan, nutrisi dan bakteri
Flokulan
Boiler Chemical Cleaning
Cooling tower Chemical Cleaning
Chiller Chemical Cleaning
AHU, Condensor Chemical Cleaning
Chemical Maintenance
Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
Garment wash
Eco Loundry
Paper Chemical
Textile Chemical
Degreaser & Floor Cleaner Plant
2.
Oli industri
Oli Hydrolik (penggunaan untuk segala jenis Hydrolik)
Rust remover
Coal & feul oil additive
Cleaning Chemical
Lubricant
3.
Other Chemical
RO Chemical
Hand sanitizer
Disinfectant
Evaporator
Oli Grease
Karung
Synthetic PAO.. GENLUBRIC VG 68 C-PAO
Zinc oxide
Thinner
Macam 2 lem
Alat-alat listrik
Packaging
Pallet
CAT COLD GALVANIZE COMPOUND K 404 CG
Almunium